Warga Dusun Memek Memilih Jalan Hidup Sebagai Petani

Warga Dusun Memek Memilih Jalan Hidup Sebagai Petani

Enggran Eko Budianto - detikJatim
Jumat, 29 Jul 2022 20:05 WIB
Nama Dusun Memek di Kota Santri Jombang membuat siapa saja yang membacanya spontan mengingat alat kelamin perempuan. Namun, jangan berpikir ngeres dulu, sebab nama kampung ini tak seperti yang Anda bayangkan.
Dusun Memek di Jombang/Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim
Jombang -

Pertanian cabai dan bawang merah menjadi mata pencarian mayoritas warga Dusun Memek, Desa Tanjung Wadung, Kabuh, Jombang. Sangat jarang warga kampung ini yang mencari nafkah sampai merantau ke daerah lain.

Dusun Memek hanya dihuni 64 kepala keluarga (KK) atau sekitar 104 jiwa. Penduduk kampung ini paling sedikit dibandingkan 5 dusun lainnya di Desa Tanjung Wadung. Permukiman penduduk terdiri dari 2 gang yang tak seberapa panjang.

Rata-rata bangunan tempat tinggal warga Dusun Memek tergolong sederhana. Jarang sekali warga setempat yang mempunyai mobil.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertanian cabai dan bawang merah menjadi mata pencarian mayoritas warga Dusun Memek, Desa Tanjung Wadung, Kabuh, Jombang. Sangat jarang warga kampung ini yang mencari nafkah sampai merantau ke daerah lain.Pertanian cabai warga Dusun Memek/ Foto: Enggran Eko Budianto/detikJatim

Dusun Memek yang luasnya 32,9 hektare, sebagian besar berupa lahan persawahan. Sektor pertanian menjadi sandaran hidup penduduknya. Baik yang mempunyai lahan maupun sebatas menjadi buruh tani.

"Mata pencarian warga Dusun Memek mayoritas petani dan buruh tani, sekitar 80 persen. Sisanya pekerja pertukangan batu menggarap proyek bangunan dan jalan," kata Kepala Desa Tanjung Wadung, Supono kepada detikJatim, Jumat (29/7/2022).

ADVERTISEMENT

Persawahan warga membentang di sebelah timur dan utara Dusun Memek. Hanya secuil lahan yang ditanami tembakau karena hampir semuanya ditanami cabai rawit dan bawang merah. Seperti yang dilakukan Sarmin (70) terhadap sawah sekitar 2 hektare miliknya.

"Baru panen bawang merah, laku Rp 170 juta. Sekarang saya tanami cabai," terang kakek 4 cucu ini.

Pria kelahiran Dusun Memek ini tidak pernah lagi menanam tembakau. Karena biaya tanam dan perawatan bahan utama rokok itu tak sebanding dengan harga jualnya saat panen. Dengan menanam cabai dan bawang merah, Sarmin mampu memberdayakan emak-emak di sekitar rumahnya.

"Saya mempekerjakan ibu-ibu upahnya Rp 30 ribu per orang, bekerja setengah hari dari siang sampai sore menanam cabai. Kalau pagi sampai siang upahnya Rp 35 ribu," jelasnya.

Sistem irigasi menjadi masalah utama yang dikeluhkan Sarmin saat ini. Bukan perkara mudah untuk mengairi sawahnya selama musim kemarau. Betapa tidak, sumber air di wilayah ini mencapai 70 meter di bawah permukaan tanah. Tentunya butuh biaya mahal untuk melakukan pengeboran.

"Saya tidak punya sumur bor, pinjam punya tetangga, memberi imbalan seikhlasnya. Kedalaman sumur bor di sini 70 meter, biayanya sekitar Rp 10 juta," kata Sarmin.

Cabai dan bawang merah memang tidak membutuhkan air melimpah. Namun, dua komoditas andalan para petani Dusun Memek ini tetap membutuhkan pengairan sejak tanam sampai panen.

Menurut Sarmin, kendala pengairan kerap terjadi saat sumur bor benar-benar kering. Warga terpaksa menyedot air dari anak Sungai Marmoyo di depan Dusun Memek yang jaraknya sekitar 200-300 meter dari persawahan menggunakan diesel.

"Terkadang harus antre menyedot air dari sungai kalau sumur bor kering. Jaraknya dari sungai sekitar 300 meter," terangnya.

Lain halnya dengan Triman (62), warga Dusun Memek. Sawahnya yang tak seberapa luas, ia tanami cabai bersama istrinya, Srimah (57). Namun, bapak dua anak ini masih harus menjadi buruh tani untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Yaitu merawat tanaman cabai di sawah tetangganya sendiri.

"Buruh di kebun cabai tetangga, bayarannya Rp 40 ribu sehari. Sawah di sini biasa ditanami cabai, tembakau dan bawang merah. Andalannya cabai dan bawang merah," ungkapnya.

Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tanjung Wadung Liwon (56) menjelaskan, para petani di Dusun Memek tak lagi menanam tembakau karena harga jualnya yang selalu anjlok saat panen raya. Pemasaran yang tak maksimal membuat warga beralih menanam cabai dan bawang merah.

"Karakter sawahnya di sini kering, tadah hujan. Andalan di sini bawang merah dan cabai," tambahnya.

Menurut Liwon, memang mayoritas penduduk Dusun Memek menggantungkan hidupnya di sektor pertanian. Hanya saja, tak banyak warga yang mempunyai sawah sendiri. Sehingga sebagian besar dari mereka menjadi buruh tani.

Sedangkan para penduduk muda sangat jarang yang merantau. Mereka memilih menjadi tukang batu di proyek jalan dan bangunan seputaran Jombang dan menjadi buruh pabrik. Menurutnya, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan sampai SMA dan perguruan tinggi terbilang masih rendah.

"Awal saya masuk Dusun Memek tahun 1988, kebanyakan anak-anak sini pendidikannya hanya sampai SD. Yang lulusan SMP dan SMA bisa dihitung. Karena kesadaran masyarakat akan pendidikan yang masih rendah," jelasnya.

Kala itu, lanjut Liwon, anak-anak di Dusun Memek memilih bekerja mencari akar pohon jati di hutan untuk dijual ke para perajin tahu sebagai bahan bakar. Sampai sekitar tahun 1997, para pemuda beralih menjadi tukang batu proyek jalan karena anjloknya permintaan akar pohon jati. Ditambah lagi akar pohon jati kian sulit ditemukan.

"Kesadaran masyarakat akan pendidikan mulai meningkat tahun 1991. Mulai banyak yang lanjut ke SMP sampai SMA sampai sekarang," imbuhnya.

Halaman 2 dari 3


Simak Video "Video: Helikopter Mendarat Darurat di Jombang Bikin Heboh Warga"
[Gambas:Video 20detik]
(sun/sun)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads