Universitas Brawijaya (UB) kembali meluncurkan sebuah inovasi. Kali ini, guru besar bidang Ilmu Sistem Kontrol Pertanian UB, Prof Yusuf Hendrawan mengembangkan sistem pertanian moderen. Yakni Speaking Plant Approaches (SPA). Metode tersebut bisa membuat manusia berkomunikasi secara verbal dengan tanaman. Begini penjelasannya.
Menurut Prof Yusuf, metode ini berasal dari kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) berbasis computer vision. Lantas, sistem ini dikembangkan untuk menerapkan sistem Intelligent Bio-Instrumentation System (IBIS). IBIS sendiri merupakan sebuah metode pengukuran objek hayati melalui analisis gambar digital yang didapatkan dari kamera digital.
"Keunggulan dari IBIS adalah metode pengukuran yang tidak merusak obyek pertanian yang diamati, akurat, mudah digunakan, dan dapat dimanfaatkan dalam sistem kontrol pertanian supaya lebih efektif," kata Prof Yusuf.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak tahun 2020 hingga sekarang, Prof Yusuf memanfaatkan metode IBIS untuk pengembangan pertanian presisi. Kemampuan IBIS untuk mengidentifikasi respon tanaman kemudian dimanfaatkan untuk membangun sistem komunikasi yang efektif dengan objek pertanian atau yang dinamakan sebagai metode Speaking Plant Approaches (SPA).
![]() |
"Ketika kita dapat berkomunikasi dengan tanaman, maka kita akan mengetahui kebutuhan hidup tanaman secara akurat. Dampaknya adalah tanaman dapat tumbuh secara lebih optimal dan dapat menghemat pemakaian energi, pupuk, dan bahan-bahan pertanian lainnya," tutur Prof Yusuf.
Selain itu, metode IBIS juga bisa dimanfaatkan saat pasca-panen. Yakni untuk mengidentifkasi karakteristik mutu, fisik, dan kimia objek-objek pertanian, sehingga kualitas produk-produk pertanian dapat ditingkatkan.
Sejauh ini, Prof Yusuf telah berhasil menerapkan metode SPA ini kepada tanaman lumut. Dirinya dapat bertanya ke tanaman tersebut tentang kebutuhan air dan pencahayaannya. Melalui peralatan yang digunakan, Yusuf bisa langsung mendapatkan jawaban.
"Tanaman itu bisa stres, misalnya saat diberi air dan pencahayaan yang tidak sesuai kebutuhan. Seperti pada lumut akan tumbuh optimal apabila kadar air dan pencahayaannya pas," tutur Wakil Dekan III Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UB ini.
Metode ini dikembangkan pertama kali oleh negara Jepang. Prof Yusuf mengetahui hal itu saat dirinya menimba ilmu di sana. Kemudian, dia pun mencoba menirunya dengan menyederhanakan peralatannya. Namun, dengan tingkat akurasi yang hampir sama. Lantas, Prof Yusuf memperkuat teknologi kecerdasan buatan yang lebih kompleks dan optimum melalui koding komputer.
"Alat yang saya punya akurasinya hampir sama dengan yang dikembangkan di Jepang, tapi biayanya lebih murah. Peralatannya itu berupa web camera, digital microscope, scanner, dan sebagainya. Semua harganya tidak lebih dari Rp 1 juta," beber alumnus S2 dan S3 Osaka Prefecture University Japan itu.
Sebelumnya, Prof Yusuf dinobatkan sebagai guru besar termuda di Indonesia untuk bidang Ilmu Keteknikan Pertanian, Selasa (31/5). Dirinya mulai mengembangkan IBIS sejak 2008. Ke depan, Prof Yusuf akan mengembangkan IBIS untuk teknologi plant factory atau sistem budidaya pertanian tertutup, di mana semua faktor lingkungan (suhu, kelembaban, pencahayaan, nutrisi, dan lain-lain) dapat dikontrol secara optimal.
(hse/dte)