Boleh Kah Makan Olahan Daging yang Kena Wabah PMK? Ini Kata Dosen FKH Unair

Boleh Kah Makan Olahan Daging yang Kena Wabah PMK? Ini Kata Dosen FKH Unair

Tim detikJatim - detikJatim
Rabu, 11 Mei 2022 18:02 WIB
Harga daging sapi dan daging ayam potong di sejumlah pasar di Surabaya naik.
Ilustrasi Daging Sapi (Foto: Esti Widiyana/detikJatim/file)
Surabaya -

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) telah menjangkit hewan ternak di 5 daerah Jawa Timur. Belakangan, sejumlah pesan berantai viral di aplikasi perpesanan. Pesan tersebut berisi ajakan tidak memakan daging sapi atau olahan daging sapi karena PMK yang menyerang hewan ternak.

Isu tersebut ditanggapi oleh dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (FKH Unair), Prof Dr Mustofa Helmi Effendi drh DTAPH. Dia menegaskan bahwa pernyataan tersebut tidak benar.

"Enggak benar itu," ujar Prof Helmi saat dihubungi detikJatim, Rabu (11/5/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia pun menjelaskan konsep memakan suatu makanan, termasuk daging. Yakni halalan thayyiban atau halal dan baik. Dari konsep tersebut, thayyiban terbagi menjadi 3 aspek.

"Pertama safe atau aman karena tidak mengandung bahan yang membahayakan. Kedua terlihat sehat dan tidak menjijikkan. Ketiga ada keuntungan atau manfaat dari makanan tersebut," ujar Prof Helmi.

ADVERTISEMENT

Dari konsep tersebut, dia mengatakan bahwa hewan ternak yang terjangkit virus PMK aman dikonsumsi jika sudah dimasak matang. Sebab, virus yang ada pada hewan tersebut akan mati jika sudah terkena suhu tinggi.

"Kalau dimasak sampai mendidih ya aman, karena membran virusnya tipis, jadi mudah mati virusnya. Tapi memang virus ini mudah menular ke hewan," jelas Guru Besar bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat Veteriner ini.

Lebih lanjut, Prof Helmi juga menjelaskan aspek kedua dari konsep mengonsumsi makanan. Yakni terlihat sehat dan tidak menjijikkan. Hal itu ada hubungannya dengan daging/tulang/jerohan hewan yang telah terjangkit virus PMK. Sebab, ada kepala dan kaki sapi yang terlihat menjijikkan ketika terinfeksi virus tersebut.

"Ada kepala atau kaki sapi yang terlihat banyak nanah dan lepuh-lepuhnya. Itu aman dan tidak membahayakan, tapi terlihat menjijikkan. Kalau dianggap menjijikkan ya tinggalkan (jangan dikonsumsi), tapi perkara menjijikkan atau tidak itu kan tergantung persepsi," papar alumnus The University of Edinburgh, Inggris itu.

Dia menambahkan, konsep itu juga dipakai saat memakan jerohan hewan, termasuk sapi. Jika dianggap aman, tidak menjijikkan, dan dianggap memberi manfaat, maka boleh dikonsumsi.

"Kalau di negara barat memang tidak mengonsumsi jerohan karena dianggap banyak mudharatnya (banyak kerugian jika dikonsumsi), tapi berbeda dengan Indonesia yang konsumsi protein masyarakatnya masih sedikit, jadi ya boleh dimakan. Tapi kalau jerohannya dianggap menjijikkan ya tinggalkan," pungkas Prof Helmi.




(hse/iwd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads