Ini Dasar Warga Suger Kidul Jember Rayakan Lebaran Lebih Awal 1 Mei 2022

Ini Dasar Warga Suger Kidul Jember Rayakan Lebaran Lebih Awal 1 Mei 2022

Yakub Mulyono - detikJatim
Minggu, 01 Mei 2022 20:10 WIB
Santri Mahfilud Durror Jember Salat Id lebih awal.
Santri Mahfilud Durror Jember Salat Id lebih awal. (Foto: Yakub Mulyono/detikJatim)
Jember -

Ratusan warga dan santri Pondok Pesantren (Ponpes) Mahfilud Durror di Desa Suger Kidul, Kecamatan Jelbuk, Jember menggelar Salat Id 1443 Hijriah lebih awal pada Minggu (1/5/2022). Selain itu, mereka juga berpuasa Ramadan lebih awal.

Pimpinan Ponpes Mahfilud Durror KH Ali Wafa mengatakan, dasar pelaksanaan puasa Ramadan dan salat Id lebih awal dilakukan berdasar kitab klasik bernama Nazhatul Majalis, yang ditulis Syaikh Abdurrohman as-Sufuri as-Syafii.

"Jadi patokan kami menggunakan Kitab Nazhatul Majalis itu. Sejak kakek saya mendirikan Ponpes ini. Sejak tahun 1911 dulu," kata Kiai Ali Wafa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia bercerita, sang kakek KH M. Sholeh merupakan pendatang dari Pulau Madura. KH M Sholeh yang memperkenalkan metode penetapan awal puasa dan lebaran dengan merujuk pada kitab Nazhatul Majalis itu.

Dalam kitab tersebut, ujar Kiai Ali Wafa, penentuan awal puasa dilakukan dengan metode hisab atau perhitungan. Hal ini berbeda dengan cara yang dilakukan pemerintah dan juga NU, yakni melalui sidang itsbat dengan berdasarkan rukyatul hilal (melihat bulan).

ADVERTISEMENT

"Lima hari awal Ramadan tahun ini, menjadi awal ramadan yang akan datang (tahun berikutnya), " ulasnya.

Namun, untuk metode hisab yang dilakukan, lanjutnya, seperti yang dilakukan ormas Muhammadiyah dalam menetapkan awal puasa dan Idul Fitri.

Meski demikian, secara kultural pesantren ini lebih dekat pada tradisi keagamaan maupun jalur keilmuan di Nahdlatul Ulama (NU).

"Kitab ini diajarkan oleh guru kakek saya, KH Hamid dari pesantren Batu Anyar Madura. Saya dulu waktu masih kecil awalnya juga tidak tahu, hanya ikut-ikut saja. Tetapi setelah remaja saya jadi santri di Ponpes Mambaul Ulum, Bata-Bata Madura, saya temukan kitab ini," ujar KH Ali Wafa yang merupakan generasi ketiga pengasuh Ponpes Mahfilud Durror.

Karena melalui proses perhitungan, penetapan awal puasa dan lebaran bisa dihitung sejak jauh-jauh hari. "Saya biasanya melakukan ijtihad, yakni menghitung dengan seksama awal puasa dan Idul Fitri maupun Idul Adha sekaligus untuk jangka waktu delapan tahun," paparnya.

Hasil perhitungan yang dilakukan KH Ali Wafa berdasarkan kitab Nazhatul Majalis tidak selalu berbeda dengan ketetapan pemerintah. Dalam jangka waktu 5 tahun misalnya, ada 2 hingga 3 kali yang bersamaan dengan pemerintah. Saat perhitungan pesantren Mahfilud Durror berbeda, selisihnya tidak lebih satu hari dari ketetapan pemerintah.

"Warga di sini sering minta ke saya, kalau bisa jangan sampai sama (dengan pemerintah). Biar dua kali lebaran. Tapi ya tidak bisa, karena ini kan perhitungan yang ada dalilnya, " ujarnya.

Namun meski berbeda, kata Kiai Ali Wafa, warga di Desa Suger, Jember sudah terbiasa mengalami perbedaan awal puasa dan idul fitri. "Karena perbedaan di kalangan ulama bisa membawa rahmat," tandasnya.




(dpe/dte)


Hide Ads