Memaknai Perjuangan Garda Depan COVID-19 Surabaya di Hari Perawat Nasional

Memaknai Perjuangan Garda Depan COVID-19 Surabaya di Hari Perawat Nasional

Esti Widiyana - detikJatim
Kamis, 17 Mar 2022 17:45 WIB
Perawat di Surabaya
Toto Sujarwo, perawat pasien COVID-19 di Surabaya (Foto: Esti Widiyana/detikJatim)
Surabaya -

Menjadi garda terdepan melawan COVID-19 bukan hal yang mudah. Seperti kisah perjuangan perawat di Surabaya ini. Mereka melalui hari-hari panjang dan berat dalam perang melawan Virus Corona.

Seperti yang dialami Toto Sujarwo SKep Ns (43), Dewan Pengurus Komisariat (DPK) PPNI RS PHC. Dia mengaku kerap menjadi objek pelampiasan kemarahan keluarga pasien COVID-19. Selain itu, dia juga pernah berjuang melawan COVID-19 yang masuk ke tubuhnya.

Baru-baru ini, Toto mengaku sempat mendapat amukan dari keluarga pasien COVID-19. Bahkan, pihaknya sampai mendatangkan kapolres untuk menenangkan keluarga pasien.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita sering ada pasien seperti itu (dimarahi). Tapi kita koordinasi dengan tim satgas Dinkes Surabaya, kepolisian, TNI kita datangkan. Bahkan 3 minggu yang lalu, sampai mendatangkan Kapolres untuk menenangkan keluarga. Karena keluarga tidak berkenan dimakamkan secara COVID-19. Kami bersinergi dengan tim satgas Surabaya. Saya sendiri pernah dikomplain, masyarakat merasa bahwa RS meng-COVID-kan," cerita Toto kepada detikJatim, Kamis (17/3/2022).

Toto menyebut, perawat sebelumnya sudah dibekali regulasi jika memakamkan pasien COVID-19 sesuai prokes sudah diatur pemerintah. Maka, ketika mendapatkan perlakuan seperti itu, ia dan perawat lainnya melakukan komunikasi, menenangkan dan mengedukasi.

ADVERTISEMENT

"Akhirnya keluarga pasien menerima dan alhamdulillah semuanya menerima. Kalau yang dinyatakan COVID-19 biasanya hanya tidak mau rawat inap, kalau yang marah-marah saat anggota keluarganya meninggal positif COVID-19 tidak mau dimakamkan secara prokes," katanya.

Selain dimarahi keluarga pasien, Toto juga dua kali terpapar COVID-19. Bahkan, pada Juni 2021 ia terpapar varian Delta dengan keluhan berat sampai dirawat di ruang ICU selama 3 hari.

"Saya pernah masuk ICU kurang lebih 3 hari, saat itu nggak bisa nafas. Alhamdulillah saya membaik bisa nafas hari ketiga pindah ruangan. Saya nunggu, ada pasien meninggal, saya masuk ruang (ICU)," ujarnya.

Mulanya, saat ia mendapati hasil positif COVID-19 pada 28 Mei 2021, ia tidak merasakan gejala. Saat terpapar, ia diisolasi dan dirawat di RS PHC tempatnya bekerja. Namun, 3 hari kemudian, tepatnya pada 1 Juni 2021 mulai merasakan gejala panas, banyak keluar keringat dan makan terasa pahit.

Kemudian pada tanggal 2 Juni 2021, saat ia berolahraga di RS, Toto merasa lehernya seperti dicekik. Teman-teman sejawatnya pun langsung mendatanginya dan memberi oksigen. Di hari itu seharusnya Toto dirawat di ruang ICU, namun ruangannya penuh dan harus menunggu.

Kemudian, pada 3 Juni 2021 ada pasien yang meninggal. Tak lama setelah jenazah dikeluarkan, Toto langsung menempati ruang ICU tersebut.

"Saya di ruang biasa, ICU penuh kapasitas 22, untuk masuk ICU menunggu ada yang kosong. Ada pasien meninggal 1 saya dipindahkan. Saat itu masuk (ICU) stress nggak bisa nafas. Tapi punya bekal keperawatan bagaimana paru-paru saat terkena COVID-19, saya harus bernafas memaksa memakai yang dipompa untuk nafas. Saat tidur saturasi turun, saat bangun pompa lagi," jelasnya.

Saat itu, ia berpikir bagaimana caranya agar bisa bernafas dengan efektif, supaya oksigen masuk ke jaringan. Karena sudah memiliki bekal teori, ia terus mempraktikannya agar saturasinya bisa naik.

"Hari pertama di ICU bernafas rasanya kayak ditusuk jarum paru-parunya, nyeri, itu yang membuat banyak orang yang malas nafas karena sakit. Di ICU 3 hari, rawat inap 14 hari. Masuk ICU masuk di hari ke 3. Hari ke-14 saya sudah negatif, tapi ada keluhan, mengalami long COVID-19," ceritanya.

Setelah varian Delta, Toto dinyatakan positif varian Omicron. Pada pertengahan Februari 2022, ia dinyatakan positif, tapi varian baru ini ia tak memiliki gejala. Sebab, imunnya sudah terbentuk setelah terpapar Delta dan vaksin booster.

"Omicron kena juga, bulan Februari tanggal 13. Nggak ada keluhan, karena kena tracing kontak erat rapat 1 ruangan lebih dari 30 menit, saya nggak ada keluhan. Kena 5 hari. Nggak ada gejala karena sudah vaksin lengkap, booster dan influenza dan pernah kena Delta, jadi kekebalan tubuhnya sudah terbentuk," pungkasnya.




(hil/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads