Kelompok ritual Tunggal Jati Nusantara menggelar ritual yang akhirnya menewaskan 11 anggotanya di Pantai Payangan Jember. Ketua Fatwa MUI Jatim KH Ma'ruf Khozin menduga dasar ilmu di padepokan tersebut patut dipertanyakan.
"Pertama kita sudah mendapat kesaksian, itu kan katanya secara bacaan ya islami bacaan ayat kursi, bacaan istighfar. Tapi ini dilakukan oleh padepokan, padepokan itu secara keilmuan tidak sama dengan pesantren," kata Ma'ruf kepada detikJatim, Senin (14/2/2022).
"Kalau pesantren kan legalitas keilmuannya dibenarkan dalam islam. Padepokan ini didirikan oleh siapa, pemimpinnya itu siapa, lalu ini hasil meditasi sendiri, atau wangsit atau mimpi dari mana," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ma'ruf mengatakan dalam ajaran islam, jika umat berzikir untuk mencari ketenangan, maka cukup dilakukan di masjid atau musala. Tidak dibenarkan berzikir dan mencari ketenangan di tempat yang bisa membahayakan keselamatan jiwa seseorang.
"Sementara kalau Islam itu untuk ketenangan gak perlu ke pantai, apalagi sampai tengah malam dan mempertaruhkan nyawa. Apalagi, kabarnya itu agak menengah (lokasinya)," tegasnya.
"Jadi sekali lagi di fiqih kita, ajaran islam kita, berzikir itu lebih utama di masjid, mungkin secara bersama tetapi tidak di tempat yang membahayakan," sambungnya.
Kiai Ma'ruf menambahkan pelaksanaan ritual tersebut tidak logis serta menyimpang dari ajaran para ulama dan kiai islam.
"Jadi secara pelaksaannya memang kurang logis dan sedikit menyimpang dari kebiasaan ulama kiai kita. Kalau kita lihat, kiai dan ulama kita berzikir itu ya di lapangan, di pesantren, di masjid, intinya di tempat utama yang tidak membahayakan. Tidak dibenarkan dan tidak diperbolehkan, ritual itu," tandasnya.
(iwd/iwd)