Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyebut pola asuh terhadap anak dapat memicu munculnya kasus stunting. Kepala BKKBN DIY Shodiqin mengatakan, bahwa stunting sangat erat dengan kemiskinan.
Akan tetapi, dari hasil pengamatan pendamping keluarga di lapangan ternyata anak dari keluarga miskin belum tentu stunting.
"Karena bisa juga anak dari keluarga yang mampu anaknya justru mengalami stunting karena salah pola asuh. Jadi kadang ada anak dari keluarga mampu ketika diasuh oleh asisten rumah tangga atau neneknya tidak diberi asupan gizi yang baik sehingga anak mengalami stunting," kata Shodiqin kepada wartawan di Kabupaten Bantul, Selasa (6/6/2023).
Secara detail, biasanya saat anak rewel pengasuh hanya memberikan mainan atau gawai. Hal itu membuat pengasuh atau nenek terkadang lupa memberikan makan kepada anak.
"Di sisi lain memang ada penyebab anak stunting di antara hamil di usia dini hingga hamil pada usia di atas 35 tahun. Sebab, banyak temuan kasus dari pendamping keluarga, anak mengalami stunting karena faktor tersebut," ujarnya.
Terlepas dari hal tersebut, Shodiqin menyebut hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) angka stunting di DIY tahun 2022 mencapai 16,4%. Sedangkan untuk kabupaten/kota di DIY angka stunting tertinggi di Gunungkidul yang mencapai 23,5%, Kabupaten Kulon Progo 15,3%, Kabupaten Sleman 15%, Kabupaten Bantul 14,9%, dan Kota Jogja 13,8%.
"Untuk di Bantul, tahun 2021 angka stunting mencapai 19,1 persen dan pada tahun 2022 turun menjadi 14,9 persen. Jadi angka penurunan stunting di Bantul pada tahun 2021 ke 2022 paling tinggi dibandingkan angka penurunan stunting di kabupaten/kota lainnya di DIY," ucapnya.
Shodiqin berharap tren positif ini bisa berlanjut di tahun 2023 atau minimal sama dengan penurunan angka stunting di tahun 2022.
Selengkapnya di halaman berikutnya....
(apl/ams)