Aksi pembunuhan berkedok dukun pengganda uang di Banjarnegara menghebohkan publik belakangan ini. Kasus ini sekaligus membuka fakta bahwa dukun penggandaan uang masih dipercaya oleh sebagian orang di era modern ini.
Dilansir detikEdu, psikolog sosial Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Koentjoro mengatakan hal itu disebabkan cara berpikir masyarakat di Indonesia yang masih bersifat materialistis. Apalagi sekarang ini dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, orang dapat dengan mudah melihat unggahan di dunia digital soal memamerkan kemewahan.
Hal ini pun mampu memicu seseorang supaya dapat tampil seperti mereka yang menampilkan simbol kepemilikan material. Namun, untuk mewujudkannya orang bisa melakukan berbagai cara termasuk menemui dukun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagi orang berpengaruh, berbakat, maupun terdidik yang jadi korban itu karena serakah, ingin mendapatkan kekayaan lebih. Mereka ingin diakui dan dihormati lewat memamerkan simbol-simbol status sosial," terangnya, dikutip dari rilis laman UGM, seperti dilansir detikEdu.
Prof Koentjoro memaparkan ada dua faktor yang menyebabkan masyarakat mudah percaya dengan dukun. Faktor pertama adalah terkena hipnotis gendam. Kedua, ada orang yang mampu memengaruhi dan meyakinkan korban untuk mempercayai iming-iming dukun.
Guru besar Fakultas Psikologi UGM itu menerangkan, dari sisi pelaku kriminalitas, pelaku melakukan penipuan dengan kedok dukun guna mendapatkan uang melalui jalan pintas.
"Biar tidak ditagih terus penggandaan uang yang dijanjikan, korban diajak melakukan ritual yang sebenarnya untuk menghabisi nyawa korban dan mereka percaya kalau itu bagian dari ritual," ujarnya.
Prof Koentjoro menyebut supaya masyarakat tidak terjebak pada penipuan termasuk dengan kedok dukun, diperlukan adanya pendidikan keluarga yang mengajarkan ketenteraman dan kesejahteraan hidup bukan berasal dari simbol status sosial. Namun, memaknai kebahagiaan adalah dengan senantiasa bersyukur kepada Tuhan.
"Perlu belajar sufisme untuk melawan materialisme sehingga di sini pendidikan keluarga menjadi penting dalam mengajarkan kehidupan untuk senantiasa bersyukur pada Tuhan," ucapnya.
(aku/aku)