Pendaki asal Kota Semarang, Naomi Daviola Setyanie alias Vio (17) menceritakan pengalamannya selama tersesat dalam perjalanan turun dari puncak Gunung Slamet. Dia mengaku sempat panik ketika pendaki di depan dan di belakangnya mulai tak nampak. Berikut kisahnya.
Vio mendaki Gunung Slamet lewat jalur Bambangan, Purbalingga, pada Sabtu (5/10). Sempat tersesat dua malam, Vio akhirnya ditemukan tim pencari di Pos 7 Gunung Slamet pada Selasa (8/10) sore. Dia tiba di rumahnya di Jalan Kauman Baru Blok B, Karangroto, Genuk, pukul 23.30 WIB, Selasa (8/10).
Vio ikut pendakian bersama ke Gunung Slamet dengan orang yang ia temui di TikTok. Vio berangkat ke jalur pendakian Gunung Slamet wilayah Purbalingga dengan naik motor sendiri, Sabtu (5/10). Sebelumnya, Vio pernah mendaki Gunung Ungaran.
"Dari sini nggak ada teman, ke Gunung Slamet sendiri, ketemunya di basecamp," kata Vio kepada wartawan di rumahnya, Rabu (8/10/2024).
Vio menjelaskan, ada tiga kelompok dalam pendakian bersama itu. Mereka baru bisa melakukan pendakian pukul 23.45 WIB. Mereka tidak mendirikan tenda, sehingga langsung turun begitu sampai puncak.
"Awalnya aman-aman saja, jalan sesuai jalurnya. Naik puncak juga sesuai jalurnya. Sampai Plawangan itu jam 10.00 WIB, dapat sunrise di perjalanan. Terus naik ke puncak sampai atas sekitar jam 12.00 WIB," tuturnya.
Vio tergabung di kelompok 3 yang terdiri dari 7 orang. Tapi tiga orang sudah turun duluan. Sementara dia bersama dua laki-laki dan satu perempuan lainnya baru naik ke puncak saat ketiga orang itu sudah turun.
"Kita naik berempat, terus turun kita berempat, kita gandengan. Mas-mas rambut pirang duluan, saya mau nyusul, saya kira saya bisa nyusul tapi ternyata nggak. Saya capek, saya istirahat dulu," cerita Naomi.
"Saya nengok ke belakang masih ada orang. Tapi nengok lagi yang ketiga (kali) itu sudah nggak ada (orang). Depan awalnya ada orang itu juga nggak ada. Cerita mereka (dua orang di belakangnya) juga sama, mereka nengok ke saya yang ketiga (kali) itu udah nggak ada," lanjutnya.
Melihat medan di depannya hutan belaka dan tak ada orang lagi, Vio pun panik dan berteriak minta tolong. Tapi tak ada seorang pun yang dia temui saat itu.
"Itu hari Minggu, saya mikirnya harus ndampingi anak-anak ke gereja, kalo nggak ada nanti siapa yang mendampingi. Yang kepikiran itu pokoknya ke gereja, ke gereja. Mau turun juga nggak bisa, karena depan saya full hutan, harusnya nggak gitu," ucap dia.
"Kemarin ada yang bilang saya ambil jalur kanan, padahal nggak, saya ambil jalur tengah. Bingung harus ke mana, lewat mana, benar-benar sendiri di sana," sambungnya.
Vio kemudian mencoba mencari jalan keluar. Hutan itu dia susuri terus sampai bawah. Akhirnya Vio menemukan pagar yang entah akan tembus ke mana, sehingga dia memutuskan kembali naik.
"Tapi semakin saya naik, semakin treknya naik. Jadi kita ngejar sesuatu yang nggak bisa kita kejar. Karena saya capek saya berhenti, saya ke sana kemari lihat-lihat sekitar," jelasnya.
Hujan pun mulai turun. Vio memutuskan memakai jas hujan, duduk, dan beristirahat sambil melawan rasa takutnya. Dia tak pernah menyangka harus menghabiskan malam sendirian di Gunung Slamet yang baru sekali itu dia daki.
"Terus akhirnya turun, istirahat tapi nggak bisa benar-benar tidur. Cuma nyandar di batu pakai tongkat trekking pole. Setahu saya yang saya dudukin itu jeglong, tapi waktu bangun udah gundukan tanah. Di situ saya liat sunrise, nggak bisa foto karena HP mati dari Minggu, powerbank nggak tahu di mana juga," paparnya.
Saat itu entah dari mana seekor burung muncul di hadapannya. Burung itu seperti menunjukkan jalan ke arah yang benar. Dia pun mengikuti arah burung itu.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
(dil/apu)