Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan mahasiswa Universitas Surakarta (Unsa) Almas Tsaqibbiru soal batas usia capres-cawapres. Putusan MK ini kemudian membuka peluang bagi kepala daerah yang belum berusia 40 tahun untuk maju menjadi capres-cawapres.
Pro kontra muncul menyoroti putusan MK tersebut. Khususnya di kalangan warga Solo, yang Wali Kotanya, Gibran Rakabuming Raka, santer didorong untuk maju menjadi cawapres. Berikut tanggapan mereka.
Karpet Merah bagi Gibran
Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Surakarta, Wira, menilai putusan MK itu menjadi karpet merah bagi Gibran yang selama ini digadang-gadang sebagai cawapres. Menurutnya, gugatan tersebut tidak lepas dari instrumen-instrumen yang dimiliki Istana untuk mengabulkan kepentingan politik yang dinilai tidak membicarakan soal masyarakat.
Bercermin dari kepemimpinan Gibran di Solo, Wira berpendapat bahwa satu periode di Solo dirasa belum pas sebagai nilai yang bisa Gibran tawarkan untuk maju di Pilpres. Wira menyarankan Gibran untuk kembali menjabat menjadi Wali Kota Solo, untuk bisa lebih menunjukkan potensnya. Terlepas dari 17 program prioritas pembangunan di Solo dan beragam event yang berhasil Gibran hadirkan.
"Misalkan hari ini bapaknya adalah Presiden, tapi apakah di periode besok ketika misalkan dia menjabat kembali menjadi Wali Kota Solo, dengan sudah tidak menjabatnya Jokowi sebagai Presiden, apakah dia masih bisa menghadirkan hal-hal tersebut?" kata Wira kepada detikJateng, Selasa (17/10/2023).
Hal senada disampaikan Lidiana (40), alumni Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) yang kini membuka angkringan di sekitar Pasar Jebres. Lidiana merasa bahwa gugatan tersebut terlalu memaksakan.
"Kenapa isu itu baru muncul sekarang. Gibran kan baru menguasai Solo belum ada lima tahun, dia terjun ke politik juga baru. Benahi dulu Solonya, rampungi dulu tanggung jawab di sini," tegasnya.
Lidiana juga menyinggung masalah kemacetan Solo yang ditemukan di berbagai titik. Ia mempertanyakan Gibran yang menurutnya terus-terusan mengejar infrastruktur.
"Kenapa sih yang dikejar infrastruktur terus, SDM-nya (sumber daya manusia) nggak?" ujarnya.
Terkait gugatan yang memperbolehkan kepala daerah di bawah umur 40 tahun untuk maju di Pilpres, Lidiana cenderung kontra. Ia berpendapat, ketika masih muda maka ilmu politik yang dimiliki seseorang dinilai masih kurang.
"Percuma, takutnya dipecundangi yang tua-tua juga," tuturnya.
Gibran Beri Dampak Positif bagi Solo
Sementara itu, Sena (26), salah satu warga Solo yang membuka toko kopi di Pasar Gede memiliki pendapat yang berseberangan. Menurutnya, dengan dikabulkannya gugatan batas usia minimal capres-cawapres, maka telah membuka kesempatan yang sama bagi para kepala daerah yang belum berumur 40 tahun untuk maju di Pilpres.
"Menurut saya, siapapun yang mau menjadi pemimpin itu nggak harus dari yang tua. Selama sudah memenuhi syarat, sudah berpengalaman, menurut saya boleh-boleh saya, sih. Kalau yang lebih muda yang better, ya kenapa nggak?" tuturnya.
Sena menambahkan, selama menjadi warga Solo, ia merasa Gibran sudah memberikan impact yang cukup besar bagi Solo. Mulai dari infrastruktur yang semakin maju, hingga membawa nama Solo menjadi lebih dikenal secara luas.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
(aku/ams)