Unak-anik Jabar

Asal-usul Nama Jalan Braga dan Julukan Paris van Java

Nur Khansa Ranawati - detikJabar
Senin, 22 Des 2025 07:00 WIB
Kawasan Jalan Braga medio 1935-1938. (Foto: Dok. Wereldmuseum Amsterdam)
Bandung -

Jalan Braga dikenal sebagai salah satu ikon wisata Kota Bandung. Kawasan ini bukan sekadar jalur penghubung pusat kota, melainkan juga menyimpan sejarah yang membentuk identitas Bandung hingga menyandang julukan Paris van Java.

Dilansir dari buku 'Nostalgia Bragaweg Tempo Doeloe 1930-1950' karya Sudarsono Katam, kawasan Braga pada awal 1800-an mulanya adalah jalan kecil yang arahnya mengikuti aliran sungai hingga ke hulu Sungai Cikapundung. Jalan ini hanya bisa dilalui oleh pejalan kaki dan orang berkuda.

Fungsi jalan ini terbilang vital, yakni sebagai jalur penghubung antarkawasan mulai dari Dayeuhkolot atau Krapyak, Alun-alun, Merdeka Lio, Balubur, Coblong, Dago, Bumiwangi, hingga Maribaya.

Pada masa itu, jalur tersebut juga beririsan dengan jalan tradisional peninggalan Kerajaan Pajajaran yang menghubungkan Sumedanglarang dan Wanayasa. Karena peran itulah, jalan tersebut sempat dikenal dengan sebutan Jalan Wanayasa.

Seiring berjalannya waktu, jalan setapak tersebut berkembang menjadi jalur lalu lintas penduduk dan sarana angkutan hasil bumi. Komoditas utama yang melintasinya adalah kopi, yang diangkut dari gudang-gudang penyimpanan menuju Grote Postweg alias Jalan Raya Pos yang legendaris.

Jalan Braga, Kota Bandung. (Foto: Wisma Putra/detikJabar)

Lokasi gudang kopi itu berada di kawasan yang kini menjadi area parkir dan taman Balai Kota Bandung. Aktivitas lalu-lalang roda-roda pedati yang mengangkut kopi di lintasan jalan membuat istilah 'Karrenweg' cukup melekat di kalangan warga untuk menamai jalan tersebut. Istilah itu kemudian berkembang menjadi 'Pedatiweg' alias Jalan Pedati.

Bagaimana kemudian sebutan Pedatiweg berubah menjadi Jalan Braga? Terkait hal ini, Sudarsono Katam mencatat ada beberapa versi yang berkembang di masyarakat dan kalangan sejarawan. Versi-versi ini lahir dari penafsiran bahasa, kondisi geografis, hingga dinamika sosial masyarakat Bandung pada masa lalu.

Sudarsono menuturkan, sastrawan Sunda M.A. Salmoen menyebut bahwa nama Braga berasal dari kata baraga, yang berarti jalan di tengah persawahan yang menyusuri sungai. Penafsiran ini berangkat dari kondisi geografis kawasan tersebut pada masa awal, dimana area di sisi timur dan barat jalan setapak masih berupa hamparan sawah. Jalan itu menjadi jalur kecil yang membelah persawahan sekaligus mengikuti aliran Sungai Cikapundung.

Sementara itu, sejarawan Haryoto Kunto memiliki pandangan berbeda. Ia menyebut bahwa kata Braga berasal dari istilah ngabaraga, yang berarti berjalan menyusuri sungai, sesuai dengan lintasan alami jalan tersebut. Tak hanya itu, ia juga melakukan kirata basa dengan memaknai ngabaraga sebagai 'ngabar raga' atau memamerkan tubuh.

Penafsiran tersebut berkaitan dengan perubahan fungsi Braga di kemudian hari, ketika kawasan tersebut berkembang menjadi ruang publik tempat warga (khususnya kalangan Eropa) menampilkan gaya berpakaian. Kawasan ini lalu dikenal sebagai pusat mode dan perbelanjaan, sehingga aktivitas 'memamerkan diri' menjadi bagian dari budaya berjalan-jalan di Braga.

Selain itu, Sudarsono Katam juga mengemukakan kemungkinan lain terkait perubahan nama Karrenweg menjadi Bragaweg. Ia mengaitkannya dengan keberadaan Toneelvereniging Braga yang berdiri pada 18 Juni 1882.

Perhimpunan ini didirikan oleh Asisten Residen Priangan, Pieter Sitjthoff di kawasan Karrenweg. Toneelvereniging Braga, yang juga dikenal sebagai De Muziek- en Tooneelvereeniging Braga, merupakan organisasi seni pertunjukan yang cukup berpengaruh di Bandung.

Perhimpunan tersebut adalah wadah interaksi sosial kalangan Eropa melalui kegiatan drama, teater, musik, dan sastra. Ketenaran Toneelvereniging Braga diduga memengaruhi penyebutan kawasan Karrenweg dalam percakapan sehari-hari.

Masyarakat Bandung yang mengagumi perhimpunan tersebut kemungkinan mulai menyebut Karrenweg sebagai Bragaweg secara lisan. Penyebutan itu kemudian menguat dan Gementee Bandoeng akhirnya menetapkannya secara resmi sebagai nama jalan.

"Mereka menyebut Karrenweg sebagai Bragaweg dalam pembicaraan sehari-hari, yang lama-kelamaan ditetapkan sebagai nama resmi oleh Gementee Bandoeng," tulis Katam.




(orb/orb)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork