Dulu, sebelum menjadi Desa Wisata, Cibuntu, dikenal sebagai desa tertinggal. Sulitnya mencari kerja, membuat banyak penduduknya bekerja sebagai perantau di kota besar. Namun, itu dulu, kini semenjak adanya Desa Wisata, masyarakat Cibuntu tak perlu lagi merantau untuk mencari kerja.
Hal tersebut diungkapkan oleh Asep (53), warga Cibuntu yang juga bekerja sebagai pengelola Objek Wisata Alam Cibuntu. Siang itu, Asep tampak sedang duduk menunggu pengunjung di depan loket pintu masuk. Sebelum bekerja sebagai pengelola wisata, Asep merupakan seorang perantau selama puluhan tahun.
"Awalnya masyarakat Cibuntu kan banyak yang merantau. Saya merantau juga dari 1994 sampai 2008 itu di Jakarta. Terus dilanjutkan merantau sampai ke luar negeri Suadi Arabia baru pulang ke Cibuntu itu 2015. Ada 20 tahun lebih mah, " tutur Asep.
Saat pulang ke Cibuntu, Asep diajak untuk mengelola Desa Wisata Cibuntu. Menurutnya, meski awal-awal bekerja, untuk upah masih tidak menentu karena masih tahap pengembangan. Namun, setelah Desa Wisata Cibuntu dikenal, membuat Asep menjadi semakin betah bekerja di desa sendiri, sehingga tidak ada keinginan lagi untuk kembali merantau. Bagi Asep, selain untuk mencari rezeki, bekerja di desa sendiri juga sebagai bentuk pengabdian.
"Satu yang saya rasakan saya bisa mengabdikan diri di desa sendiri. Kedua, untuk mencari rezeki juga cukup, alhamdulillah bisa bekerja mencari rezeki di sini, dekat dengan keluarga. Itu suatu kebanggaan dan kenikmatan. Memang awal-awal mah masih belum ada bayarannya, tapi saya yakin kalau saya bekerja pasti ada bayarannya. Dan alhamdulillah sudah 10 tahun di sini," tutur Asep.
Senada dengan Asep, pekerja lain adalah adalah Pipin (30). Siang itu, Pipin tampak sedang sibuk mencatat jumlah pengunjung dari tiket yang terjual. Pipin mengaku dirinya bersyukur bisa bekerja di Desa Wisata Cibuntu, karena semenjak lulus kuliah pada tahun 2018 yang lalu, dirinya tidak perlu mencari kerja di tempat lain atau sampai merantau untuk mendapatkan pekerjaan.
Menurut Pipin, dengan adanya desa wisata juga bisa merangkul anak-anak muda untuk mengabdikan diri di desa dan melakukan berbagai macam hal yang positif. Karena masih cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ke depan, Pipin masih akan tetap bekerja di Desa Wisata Cibuntu.
"Dampak positifnya bisa merangkul anak muda untuk tidak bekerja keluar. Kalau saya sudah dari keluar sekolah tahun 2018 sampai sekarang kerja di sini. Karena suami juga bekerja, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mah masih cukup," tutur Pipin.
Sementara itu, Direktur Badan Usaha Milik Desa (BUMdes) Cibuntu, Adang Sukanda memaparkan, bahwa hingga sekarang dengan adanya Desa Wisata Cibuntu setidaknya sudah menyerap 30 tenaga kerja tetap yang semuanya diambil dari warga Desa Cibuntu. Selain itu, jika sedang ada acara atau kunjungan rombongan, maka jumlah tenaga kerja akan semakin banyak
"Kita juga punya Kelompok Wanita Tani (KWT) yang merupakan kumpulan ibu-ibu yang membuat produk khas Cibuntu mulai dari jasreh dan olahan ubi. Jadi tidak hanya sekedar menyerap 30 orang tenaga kerja saja, tapi ibu-ibu KWT juga yang jumlahnya sampai 30 orang. Belum kalau ada kunjungan edukasi, kita melibatkan bisa sampai 50 warga, karena kita melibatkan kesenian, peternakan dan penginapan juga," pungkas Adang.
Simak Video "Video: Rusunawa Marunda Kini Jadi Desa Wisata, Ada Apa Saja?"
(mso/mso)