Lorong Waktu

Siang Berdarah di Gedung Sate pada 3 Desember 1945

Bima Bagaskara - detikJabar
Senin, 08 Des 2025 07:30 WIB
(Foto: Ilustrasi Oris Riswan Budiana/detikJabar)
Bandung -

Tanggal 3 Desember 1945, tepat pukul 11.00 WIB, Bandung memasuki salah satu episode paling kelam dalam sejarahnya. Di Jalan Diponegoro, bangunan megah berarsitektur Indo-Eropa yang kini dikenal sebagai Gedung Sate berubah menjadi medan pertempuran.

Pasukan Sekutu yang diikuti tentara Belanda dan NICA, datang dengan persenjataan berat, menyerbu Kantor Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum untuk merebut kembali gedung strategis milik Republik Indonesia yang baru merdeka.

Pembangunan Gedung Sate dimulai jauh sebelum perang. Pada akhir abad ke-19, Kolonel Geni V.L. Slors, tokoh yang juga merancang garnisun militer Cimahi, mendapatkan mandat merancang pusat pemerintahan Hindia Belanda di Bandung. Bersama arsitek J. Gerber, ia menyusun tata letak simetris di atas lahan seluas 27.000 meter persegi, menghadap lurus ke Gunung Tangkuban Parahu.

Kompleks pemerintahan raksasa itu rencananya akan berisi kantor-kantor kementerian, pengadilan, laboratorium geologi, Volksraad, hingga balairung negara. Namun hanya dua bangunan yang selesai yaitu gedung Departemen Pekerjaan Umum yang hari ini menjadi Gedung Sate dan kantor pusat PTT di sayap timur.

Wajah Baru Gedung Sate Bandung. (Foto: Bima Bagaskara/detikJabar)

Setelah proklamasi kemerdekaan, para pegawai muda Departemen Pekerjaan Umum tidak ingin tinggal diam. Mereka membentuk Gerakan Pemuda PU, mempertahankan kantor yang telah mereka rebut dari Jepang. Senjata mereka sederhana, granat, beberapa bedil, dan keberanian.

Situasi Bandung makin panas ketika pasukan Sekutu dan Belanda masuk pada awal Oktober 1945. Pada 20 Oktober, pegawai Dep. PU mengucapkan Sumpah Setia kepada Republik Indonesia. Bagi mereka, Gedung Sate harus dipertahankan sampai titik darah terakhir.

Pertempuran Tiga Jam

Pukul 11.00, 3 Desember 1945, Gedung Sate dikepung dari segala arah. Pasukan Sekutu menembakkan mortir, senapan mesin, dan senjata berat lainnya. Pasukan pemuda PU bertahan sekuat tenaga. Mereka sadar pertempuran tak seimbang, namun tak sekalipun terpikir untuk menyerah.




(bba/orb)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork