Jembatan gantung penghubung dua kecamatan yang tak kunjung diperbaiki membuat puluhan siswa di pelosok Cianjur, Jawa Barat harus berjuang mempertaruhkan nyawa menyeberangi sungai menggunakan rakit bambu demi bersekolah. Kondisi itu juga membuat siswa kedap kali terlambat, bahkan harus menginap di pondok jika air sungai meluap pasca hujan deras.
Jembatan yang menghubungkan Desa Neglasari Kecamatan Kadupandak dan Desa Sukamahi Kecamatan Cijati tersebut dibangun pada 2007 dan putus pada 2021 lalu akibat banjir bandang.
Hal itu membuat para siswa setiap berangkat dan pulang sekolah harus menaiki rakit bambu untuk melintasi sungai. Nyawa pun menjadi taruhan, jika sewaktu-waktu air meluap dan menggulingkan rakit tersebut.
Shela, siswi MA Bojongjati, mengatakan dirinya terpaksa melewati sungai berarus deras lantaran menjadi jalan tercepat menuju sekolah.
"Jujur takut, tapi jadi akses tercepat untuk tiba ke sekolah. Kalau lewat sini cukup setengah jam dari rumah, sudah bisa sampai ke sekolah," kata Shela, Kamis (4/12/2025).
Menurut dia, tidak jarang kondisi tersebut juga membuat para siswa tetap terlambat ke sekolah, sebab mereka mesti mengantre untuk menyeberang.
"Kalau pagi pasti banyak yang nyeberang. Jadi antre, sampai terlambat ke sekolah. Makanya harus pagi-pagi ke lokasi penyeberangan, biar tidak terlambat," ujarnya.
"Terkadang juga harus nunggu air sungai surut. Soalnya kalau sedang meluap berbahaya," ungkap Shela.
Menurut dia, selain melalui sungai, ada akses jalan lain yang lebih aman tetapi jarak tempuhnya sangat jauh dan memakan waktu lebih lama.
"Kalau lewat memutar bisa satu jam lebih hingga dua jam untuk sampai ke sekolah dengan berjalan kaki. Karena memutar lewat beberapa desa. Makanya kami berharap kembaran segera diperbaiki," tutur Shela.
(orb/orb)