Langit di atas Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang, Jawa Barat, mendadak jadi tontonan tak biasa. Warga yang sedang beraktivitas di sawah dan sekitar permukiman menatap ke atas, memperhatikan benda aneh berwarna hitam keabu-abuan yang melayang di langit.
Bentuknya membulat, ringan, dan bergerak mengikuti arah angin sekilas seperti 'awan kinton', kendaraan terbang khas tokoh Son Goku di serial Dragon Ball.
Namun yang melayang di langit Patokbeusi itu bukan awan ajaib, melainkan gumpalan busa hitam yang kemudian jatuh dan menutupi area sawah serta sebagian permukiman warga.
"Kelihatannya kayak busa, pak. Beda, cuma warnanya hitam. Terbang di udara gitu. Yang satu jatuh di depan warung saya," kata Agung Adami, warga Kampung Kondang, Desa Tanjungrasa, saat ditemui di depan warungnya, Rabu (29/10/2025).
Agung mengira benda itu hanya awan gelap atau mungkin parasut. Tapi begitu mendekat, ia mencium aroma aneh.
"Baunya sih asem sedikit. Terus pas disiram air langsung hilang," ujarnya.
Warga lain, Upah (58), juga kebingungan melihat pemandangan tak biasa itu. "Banyak. Tahu-tahu terbang aja di langit. Kebawa angin, dikira parasut," katanya.
"Enggak tahu itu busa apa. Warga juga biasa aja sih, cuma pada lihat," ucapnya.
Gumpalan itu memang tampak seperti busa yang ditiup angin. Dalam rekaman video yang tersebar di media sosial, beberapa warga bahkan terdengar bercanda menyebutnya awan aneh.
"Awan ini awan hitam," ucap seorang warga dalam video.
Namun setelah busa jatuh ke tanah, muncul bau menyengat yang membuat warga mulai khawatir. "Busa, bau, awas beracun. Busa ini," celetuk warga lainnya.
Fenomena 'awan kinton hitam' ini sempat membuat banyak orang menduga penyebabnya apakah fenomena alam, awan polusi, atau mungkin hasil reaksi kimia?
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Bandung memastikan bahwa kejadian tersebut bukan fenomena alam.
"Berdasarkan hasil kajian awal dari aspek meteorologi (data), fenomena tersebut tidak termasuk dalam kejadian alam yang disebabkan oleh proses cuaca, awan, maupun aktivitas atmosfer lainnya," kata Kepala BMKG Bandung, Teguh Rahayu, dalam keterangannya, Rabu (29/10/2025).
Ayu sapaan akrab Teguh Rahayu menjelaskan bahwa awan sejati terbentuk dari kondensasi uap air di atmosfer dengan pola, ketinggian, dan karakteristik tertentu yang dapat terdeteksi radar cuaca.
"Secara ilmiah awan terbentuk dari proses kondensasi uap air di atmosfer dengan pola, ketinggian, dan karakteristik tertentu yang dapat diidentifikasi oleh citra satelit dan radar cuaca BMKG," katanya.
Menurutnya, hasil pengamatan cuaca di Subang tidak menunjukkan adanya pembentukan awan anomali.
"Menurut kami fenomena yang tampak berupa gumpalan hitam tersebut lebih mungkin berasal dari aktivitas di permukaan bumi, misalnya dari proses industri, reaksi kimia limbah, atau aktivitas manusia lainnya yang menyebabkan terbentuknya busa atau material ringan yang kemudian terangkat oleh angin," ujar Ayu.
Meski begitu, BMKG tidak menutup kemungkinan bahwa gumpalan itu berasal dari proses industri dan merekomendasikan pemeriksaan lebih lanjut.
"Namun untuk memastikan sumber serta kandungan materialnya, disarankan agar dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh instansi terkait, seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) atau BPBD setempat," sambungnya.
DLH Turun Tangan
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Subang melakukan pemeriksaan ke lokasi penemuan. DLH meminta keterangan warga hingga jejak bekas busa di pemukiman Kampung Kondang, Desa Tanjungrasa, Kecamatan Patokbeusi, hingga melakukan pengecekan ke sejumlah perusahaan yang ada di sekitar.
"Kami dari DLH mendapatkan pengaduan melalui media sosial Pak Bupati. Hari Senin, PPLH langsung turun ke lapangan dan menemui warga di Desa Tanjungrasa," ujar Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Muda DLH Subang, Cece Rahman, Rabu (29/10/2025).
(orb/orb)