Sukabumi Sepekan: Pilu TKW Saodah, 16 Tahun Disiksa Tanpa Gaji

Tim detikJabar - detikJabar
Sabtu, 04 Okt 2025 19:00 WIB
Saodah dan anaknya (Foto: Syahdan Alamsyah)
Bandung -

Berbagai peristiwa terjadi di Kota - Kabupaten Sukabumi dan Cianjur dalam sepekan ini, kabar soal Saodah dikira meninggal dunia usai 16 tahun tanpa kabar di Arab Saudi, Lutung Gunung Jayanti yang tewas usai terkena sengatan listrik hingga

Berikut sederet peristiwa menarik yang dihimpun dalam Sukabumi - Cianjur sepekan.

Pilu Saodah 16 Tahun di Arab Saudi Pulang dengan Luka dan Tak Digaji

Seorang perempuan paruh baya duduk di bangku kayu, kerudung biru menutup kepalanya. Sorot matanya kosong menatap ke halaman depan rumah panggung di Kampung Nangerang, Desa Purwasedar, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi. Kepulangan yang seharusnya disambut dengan bahagia, justru hadir dalam balutan luka dan cerita getir.

Dia adalah Saodah (56), seorang ibu yang baru saja kembali setelah 16 tahun menghilang di negeri orang. Tubuhnya masih menyimpan luka, sebagian membekas di kulit, sebagian lagi terpatri dalam batin.

Kalimat berangkat dengan mimpi, pulang membawa luka rupanya benar-benar dirasakan Saodah. Pada April 2009 silam, ia meninggalkan kampungnya dengan penuh harapan. Seperti banyak perempuan lain di pelosok desa, ia percaya bekerja di Arab Saudi bisa menjadi jalan untuk membahagiakan keluarga.

Ia mendaftar melalui sebuah perusahaan jasa tenaga kerja di Jakarta, lalu berangkat dengan perasaan campur aduk cemas sekaligus penuh harapan.

Namun setibanya di Riyadh, semua mimpi itu runtuh. Alih-alih bekerja layaknya tenaga kerja resmi, ia justru terjebak dalam lingkaran penyiksaan.

"Niat saya ke Arab Saudi itu untuk bekerja, tapi tiba di sana saya malah dipukulin sama majikan, jadi memang selama bekerja saya dipukulin sama majikan, terus dipukulin," kisahnya dengan suara lirih saat ditemui detikJabar, Selasa (30/9/2025).

Saodah ditemani putranya Heri, berulangkali mengucap syukur bisa pulang ke kampung halaman setelah 15 tahun tanpa kabar Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar

Penderitaan itu bukan hanya soal pukulan. Saodah bercerita ia nyaris menjadi korban pelecehan. Ia tak pernah diperbolehkan memiliki telepon genggam untuk sekadar menghubungi keluarga.

"Saya mau diperkosa sama majikan itu, saya enggak bisa komunikasi ke kampung halaman, beli hp enggak boleh. Saya dimarahi terus. Di Saudi itu 16 tahun, jadi enggak bisa komunikasi dengan keluarga. Penyiksaan terus saya alami," ucapnya.

Cerita paling menggetarkan datang saat ia diperlakukan layaknya budak. Tiga kali ia dirantai pada tiang besi di luar rumah, dijemur di bawah terik matahari, lalu dipukuli majikan laki-laki sambil disiram air.

"Saya cuma bisa menangis, enggak makan, minta uang buat beli makan malah dimarahin," ungkapnya. Luka di paha dan punggungnya masih terasa, bekas pukulan dengan berbagai benda, bahkan gagang sapu.

Soal gaji pun tak sebanding dengan derita yang ditanggung. Selama 16 tahun, ia hanya menerima Rp140 juta, itu pun berupa cek yang tak bisa dicairkan. Semua jerih payahnya seolah terbuang percuma.

Lutung Gunung Jayanti Tewas Usai Tersengat Listrik

Seekor lutung tersengat aliran listrik di Kampung Ciawun, Desa Jayanti, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Hewan liar yang diduga berasal dari kawasan Gunung Jayanti itu akhirnya mati setelah sempat dirawat selama lima hari oleh petugas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kabupaten Sukabumi.

Diketahui, peristiwa lutung tersengat listrik itu terjadi pada Jumat (28/9/2025) sekitar pukul 17.00 WIB. Warga sempat melaporkan lutung yang terjatuh usai menyentuh kabel tegangan tinggi. Tim Damkar Palabuhanratu saat itu segera melakukan evakuasi.

Kepala Seksi Dalops dan Komunikasi Penyelamatan Damkar Kabupaten Sukabumi, Uus Sumarna, mengatakan sejak dievakuasi lutung sempat bertahan hidup. Namun kondisinya terus melemah akibat luka sengatan listrik di tubuhnya.

Potongan gambar kondisi lutung jawa yang mati diduga tersengat listrik di Sukabumi Foto: Istimewa

"Kalau untuk bertahan lutung sejak dievakuasi itu sejak hari Jumat, Sabtu, Minggu, dan pagi tadi mati. Kondisi lutung sendiri mengalami luka sengatan dari anggota seperti itu yang menangani di lapangan. Mungkin pada awalnya kelihatan kaya sehat gitu, tetapi sebenarnya memang itu sudah sakit, tidak bisa bertahan lama," ujarnya.

Uus menjelaskan, pihaknya sudah berusaha berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk penanganan lebih lanjut. Namun, sebelum petugas BKSDA tiba, lutung itu lebih dulu mati.

"Sudah menghubungi, rencananya hari ini mau datang tapi kebetulan lutungnya sudah tewas. Sehingga dibawa oleh anggota untuk dikuburkan supaya lutung ini tidak bau bangkai menyebar ke mana-mana," ungkapnya.

Menurut Uus, lutung yang dievakuasi itu berwarna hitam dengan ekor yang tidak terlalu panjang. Sejak awal kondisinya memang kurang sehat.

"Kalau jenis atau penampakan ekor itu saya tidak melihat secara ini, ekornya tidak terlalu panjang seperti biasa, warnanya hitam. Kondisinya selepas dievakuasi ya memang kurang sehat, karena mungkin terkena sengatan dari listrik, sehingga dievakuasi karena memang warga khawatir ada apa-apa," tuturnya.

Ia menambahkan, kasus satwa liar tersengat listrik di wilayah Palabuhanratu masih jarang terjadi. Penanganan yang lebih sering dilakukan justru evakuasi ular yang masuk ke permukiman warga.

Sementara itu Danpos 1 Palabuhanratu, Aceng Ismail, menambahkan, saat pertama kali dievakuasi lutung itu memang masih hidup meski dalam keadaan lemah. "Pas di lokasi memang masih hidup, cuman agak lemas, cuman mungkin tersengat listrik lumayan tinggi tegangannya," kata Aceng.

Kabar Terkini Proses Hukum Korban Penyiraman Air Keras

Ruang sidang Pengadilan Negeri Sukabumi, Rabu (1/10/2025) siang dipenuhi suasana tegang. Dua pria berbaju putih dan berpeci yaitu Harianto (30) dan Yuri (47) duduk berdampingan di kursi pesakitan.

Mereka adalah terdakwa kasus penyiraman yang menimpa seorang ibu, YA (36) dan anak MRA (7) di Baros, Sukabumi, kasus yang sempat menghebohkan publik lewat video yang beredar di media sosial.

Di hadapan mereka, tiga hakim majelis duduk di kursi tinggi berukir, dengan lambang Garuda terpasang di dinding belakang. Hakim Ketua Teguh Arifiano membuka sidang dengan suara tegas, didampingi dua hakim anggota, Arlyan dan Siti Yuristiya Akuan. Sejumlah jaksa, penasihat hukum, serta pengunjung sidang ikut menyimak jalannya persidangan.

"Saudara terdakwa sudah mendengar dakwaan yang dibacakan tadi? Mengerti?" tanya Teguh, memecah keheningan.

Terdakwa utama, Harianto mengangguk dan mengakui perbuatannya. Sedangkan salah satu terdakwa lain dengan nada pelan mencoba memberi penjelasan.

"Saya di sini tidak sama sekali mengenal. Saya memang ojek yang dipesan sama si pelaku," ujar Yuri, seolah ingin menegaskan dirinya hanya kebetulan terlibat.

Hakim mendengarkan dengan wajah datar. "Itu nanti masuk materi pokok perkara. Akan dibuktikan pada agenda pemeriksaan saksi," balasnya singkat. Percakapan itu menegaskan bahwa bantahan terdakwa belum cukup, masih harus diuji dengan keterangan saksi dan bukti.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rizki Syahbana sudah membacakan dakwaan. Menurut Rizki, perbuatan kedua terdakwa masuk dalam kategori penganiayaan berat dengan perencanaan. Dakwaan itu diperkuat dengan visum yang menunjukkan luka serius pada korban, baik sang ibu maupun anaknya.

"Korban ada dua. Ibu mengalami luka di bagian wajah, sementara anaknya luka di punggung dan kepala. Kita juga menggabungkan dakwaan dengan pasal perlindungan anak, karena salah satu korban adalah anak di bawah umur," jelas Rizki.

Jaksa menambahkan, terdakwa dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dengan ancaman 9 tahun penjara, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dengan ancaman 5 tahun, serta Pasal 76C jo Pasal 80 Ayat 1 UU Perlindungan Anak dengan ancaman 5 tahun penjara.




(sya/yum)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork