Kawasan Jalan Asia Afrika yang biasanya lengang di penghujung pekan mendadak terguncang oleh suara dentuman keras. Sumbernya tidak jelas, tapi gaungnya terdengar hingga sekitar Museum Konferensi Asia Afrika. Peristiwa itu terjadi pada Sabtu malam, 21 Mei 2011 sekitar pukul 22.45 WIB.
Orang-orang yang sedang berjaga, nongkrong, atau melintas langsung terperanjat. Beberapa warga berhamburan keluar rumah, sebagian menengadah ke langit, khawatir ada benda jatuh. Namun sekeliling tetap sepi, tanpa jejak asap, tanpa kilatan api.
"Kaca ATM sampai bergetar. Saya cek keluar tidak ada apa-apa, asapnya juga tidak ada. Saya juga cek ke dalam bank tapi tidak ada apa-apa," tutur Yusuf, penjaga keamanan Bank OCBC NISP seperti dikutip dari pemberitaan detikJabar pada 26 Desember 2018.
Dentuman itu hanya sekali, namun cukup membuat warga panik. Di kawasan yang sarat sejarah itu, keheningan malam seolah disayat ledakan tanpa wujud. Tak ada kendaraan terbakar, tak ada kabel meledak, tak ada puing berjatuhan. Hanya getaran singkat, mirip gempa, tapi berbeda.
Berita pun cepat menyebar. Apa yang terjadi di jantung Kota Bandung?
Bukan Fenomena Alam
Ahli geologi ITB, Budi Brahmantyo kemudian memberi penjelasan. Baginya, suara keras itu tidak mungkin datang dari perut bumi.
"Secara geologis, tanah di sekitar Asia Afrika tak memungkinkan longsor atau runtuh yang biasanya mengeluarkan suara dentuman keras," jelasnya saat itu.
Keesokan harinya, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengirim tim. Dugaan awal muncul dari gerak tanah yang mencari keseimbangan baru.
"Itu mengakibatkan getaran kuat, tapi tidak sampai gempa," kata Kepala Bidang Pengamatan Gempa Bumi dan Gerakan Tanah PVMBG, I Gede Swantika.
Dia mengatakan, karena tekanan dari permukaan, tanah di bawah terus memadat. Pondasi bangunan pun bisa turun tanpa membuat kerusakan bangunan di permukaan.
"Ini terjadi karena tanah di bawahnya masih labil," duganya.
Namun satu pekan berselang, Swantika mengubah kesimpulan. Setelah menelusuri catatan sejarah dan kondisi geologi, ia menyebut ada kemungkinan lain.
"Kita memperkirakan dentuman keras itu dari semacam gas yang sudah lama tertahan dalam lorong lalu terbebaskan," ujarnya.
Lorong yang dimaksud adalah terowongan peninggalan Belanda, menghubungkan Gedung Merdeka dan Bank NISP. Lorong itu kini sudah tidak difungsikan lagi, namun menyimpan banyak misteri di bawah permukaan kota.
Dia menerangkan jika dentuman keras itu berasal dari fenomena geologi, kejadiannya tak akan hanya sekali, namun pasti berulang. "Ini kan hanya sekali," katanya.
Teori Lain: Roket dan Gunung Api
Tahun-tahun setelahnya, fenomena dentuman juga terjadi di berbagai wilayah lain seperti Cianjur, Sukabumi, Garut, bahkan Sumatera Selatan. Dugaan demi dugaan kembali mengemuka.
Ada yang mengaitkannya dengan uji coba roket Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). Namun Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin, membantah.
"Enggak ada kaitannya. Peluncuran roket kami pagi hari pukul 06.00 WIB hingga pukul 08.00 WIB," jelasnya, 25 Desember 2018.
"Suara roket kan bukan dentuman tapi desis," tambahnya.
Spekulasi lain mengarah ke aktivitas Gunung Anak Krakatau. Namun PVMBG lagi-lagi menepis.
"Terlalu dini ya dikaitkan dengan Krakatau ya. Perlu dicek lagi," ujar Kristianto, Kasubbid Mitigasi Bencana Gunung Api Wilayah Barat PVMBG, sehari kemudian.
Hingga kini, lebih dari satu dekade kemudian, dentuman keras di Asia Afrika Bandung masih menjadi tanda tanya. Malam itu, Bandung menyimpan cerita dentuman dari perut kota yang belum benar-benar terjawab.
Jabar X-Files adalah rubrik khas detikJabar yang menyajikan peristiwa yang pernah menyedot perhatian publik
(bba/yum)