Cerdiknya Teuku Umar Pura-pura Jadi Sekutu Belanda

Cerdiknya Teuku Umar Pura-pura Jadi Sekutu Belanda

Hanif Hawari - detikHikmah
Senin, 18 Agu 2025 14:00 WIB
Potret Teuku Umar
Potret Teuku Umar. Foto: (KITLV Leiden Belanda)
Jakarta -

Kisah Teuku Umar merupakan salah satu cerita perjuangan paling heroik dalam sejarah bangsa Indonesia. Sebagai pahlawan nasional, ia dikenal karena keberaniannya memimpin Perang Aceh melawan penjajah Belanda dengan strategi perang gerilya yang cerdik dan mematikan.

Perjuangan Teuku Umar tidak hanya mencerminkan keberanian seorang pemimpin, tetapi juga kecerdikan dalam menyusun taktik yang membuat Belanda kewalahan. Hingga kini, kisahnya tetap dikenang sebagai simbol semangat juang rakyat Aceh dalam mempertahankan Tanah Air.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kisah Teuku Umar dalam Perang Aceh

Diceritakan dalam buku Pahlawan-Pahlawan Indonesia Sepanjang Masa oleh Didi Junaidi, Teuku Umar mulai ikut dalam Perang Aceh pada 1873 saat usianya baru 19 tahun. Pada masa awal perjuangannya, ia berfokus melawan Belanda di daerah Meulaboh dan Aceh Barat.

Keberanian dan kecerdikan Teuku Umar membuatnya diangkat sebagai kepala desa (keuchik) di barat daya Meulaboh. Di usia muda, ia sudah menunjukkan jiwa kepemimpinan yang kuat dan disegani rakyat.

ADVERTISEMENT

Setelah menikah dengan Cut Nyak Dien pada 1880, perjuangan rakyat Aceh semakin berkobar. Pasangan ini menjadi simbol perlawanan yang menakutkan bagi Belanda.

Pada 1883, Belanda sempat melakukan perjanjian damai dengan Teuku Umar. Namun tidak lama kemudian, pada 1884, peperangan kembali pecah dengan sengit.

Pada 1893, Teuku Umar menyusun strategi cerdik dengan berpura-pura menjadi sekutu Belanda. Ia masuk dalam dinas militer Belanda dan diberi gelar Teuku Johan Pahlawan dengan pasukan lengkap sebanyak 250 orang.

Walau terlihat membantu Belanda, Teuku Umar sebenarnya hanya berpura-pura. Ia bahkan mengganti prajurit Belanda di unitnya dengan orang Aceh agar bisa mempelajari taktik musuh.

Tanggal 30 Maret 1896, Teuku Umar resmi keluar dari dinas Belanda. Ia membawa lari 800 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, serta uang dan peralatan perang dalam jumlah besar.

Dengan kekuatan baru, Teuku Umar menyerang pos-pos Belanda bersama Panglima Polem Muhammad Daud. Serangan itu menewaskan 25 tentara Belanda dan melukai sekitar 190 orang.

Belanda marah besar dan melancarkan operasi besar-besaran, namun selalu gagal karena senjata terbaik mereka sudah dikuasai pasukan Aceh. Hingga akhirnya, Belanda menggunakan pengkhianatan melalui Teuku Leubeh untuk mengetahui siasat perang Teuku Umar, yang berujung gugurnya sang pahlawan pada 11 Februari 1899.

Kepemimpinan Teuku Umar Mencerminkan Kepemimpinan Islami

Dikutip dari Jurnal Kepemimpinan Teuku Umar Sebagai Refleksi Kepemimpinan Islam oleh Zainal Putra dan Jasman Ma'ruf, Teuku Umar dikenal sebagai pemimpin yang menjadikan Islam sebagai landasan perjuangannya. Sejak muda, ia dididik dalam lingkungan religius sehingga nilai-nilai agama membentuk watak kepemimpinannya.

Dalam setiap perjuangan, ia selalu menekankan pentingnya niat ikhlas demi membela agama dan Tanah Air. Baginya, jihad melawan penjajah adalah bagian dari kewajiban seorang muslim.

Sebagai pemimpin, Teuku Umar menunjukkan sifat amanah dengan mengemban tanggung jawab besar tanpa mengkhianati rakyat. Keputusan yang ia ambil selalu ditujukan untuk kemaslahatan umat, bukan kepentingan pribadi.

Ia juga memiliki sifat fathanah atau kecerdasan yang luar biasa. Strategi berpura-pura bekerja sama dengan Belanda merupakan bukti kecerdikannya dalam menipu musuh demi keuntungan rakyat Aceh.

Selain itu, keberaniannya melawan penjajah mencerminkan sifat jihad fi sabilillah. Ia berjuang dengan sepenuh hati meski harus menghadapi kekuatan militer Belanda yang jauh lebih besar.

Dalam rumah tangganya bersama Cut Nyak Dien, nilai kepemimpinan islami juga terlihat. Keduanya saling mendukung dalam perjuangan, menunjukkan peran keluarga sebagai benteng moral seorang pemimpin.

Teuku Umar juga mencontohkan sifat sabar dalam menghadapi ujian berat. Walaupun berulang kali pasukannya diburu Belanda, ia tetap tabah dan tidak mudah menyerah.

Ia mempraktikkan prinsip musyawarah dengan para panglima dan ulama sebelum mengambil keputusan besar. Hal ini menunjukkan sikap demokratis dalam kepemimpinan yang sesuai dengan ajaran Islam.

Akhir hidupnya pun menjadi teladan kepemimpinan islami. Teuku Umar gugur sebagai syuhada di medan perang, meninggalkan warisan semangat jihad dan keteladanan seorang pemimpin Muslim yang ikhlas berjuang demi agama dan bangsanya.




(hnh/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads