Mengenal Dua Macam Batasan Toleransi dalam Islam

Mengenal Dua Macam Batasan Toleransi dalam Islam

Anisa Rizki Febriani - detikHikmah
Sabtu, 10 Feb 2024 12:00 WIB
Ilustrasi Toleransi
Ilustrasi toleransi (Foto: Edi Wahyono/detikcom)
Jakarta -

Toleransi erat kaitannya dengan umat beragama, termasuk Islam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), toleransi diartikan sebagai sifat atau sikap toleran.

Menukil buku Antologi Hadits Tarbawi karya Anjali Sriwijibant dkk, toleransi harus dideskripsikan secara tepat lantaran toleransi yang disalahartikan dapat merusak agama itu sendiri. Islam memaknai toleransi sebagai menghormati tanpa harus melewati aturan agama Islam itu sendiri.

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu ia berkata, ditanyakan kepada Rasulullah SAW yaitu, "Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?"

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rasulullah SAW bersabda, "Al-Hanafiyah As-Sambah (yang lurus lagi toleran)." (HR Bukhari)

Pun dalam Al-Qur'an turut dijelaskan mengenai toleransi. Allah SWT berfirman dalam surah Al Kafirun ayat 6,

ADVERTISEMENT

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِىَ دِينِ

Artinya: "Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."

Batas Toleransi dalam Islam

Dijelaskan dalam buku Inspirasi Kultum dan Khutbah oleh Dr Rosidin M Pd I, batasan toleransi dalam Islam dibagi menjadi dua yaitu di bidang ibadah dan muamalah. Batasan-batasan ini penting untuk dipahami sekaligus dijaga agar tetap berada di jalan yang benar.

1. Batas Toleransi dalam Bidang Ibadah

Batas toleransi di bidang ibadah ini terbagi lagi menjadi tiga macam, yaitu akidah, fikih dan akhlak. Dalam akidah, Islam tidak menolerir apapun.

Hal ini dicontohkan Rasulullah SAW ketika diajak bertukar ibadah oleh kafir Quraisy, mereka menawarkan untuk bertukar ibadah secara bergiliran. Nabi Muhammad SAW lantas menolaknya, ini bersamaan dengan turunnya surah Al Kafirun ayat 6.

Selain itu, batas toleransi dalam bidang fikih meliputi perbedaan awalan bacaan Al Fatihah dalam salat pada mazhab Syafi'i dan Maliki. Mazhab Syafi'i menilai bahwa bacaan diawali dengan basmalah, sementara mazhab Maliki adalah hamdalah.

Kedua mazhab memiliki landasan dalil yang shahih. Sebab, mazhab tersebut saling dihormati bukan sebaliknya.

Adapun batas toleransi di bidang akhlak sudah sewajarnya bagi seorang muslim yang melihat suatu kemunkaran dalam syariat Islam untuk segera melakukan nahi munkar atau mencegahnya. Sebagaimana disampaikan dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudriy, Rasulullah SAW bersabda:

"Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemahnya iman." (HR Muslim)

Karenanya, apabila umat muslim melihat kemungkaran, tak boleh ada toleransi dalam dirinya. Lakukanlah nahi munkar, sesuai dengan kemampuan diri masing-masing.

2. Batas Toleransi dalam Bidang Muamalah

Toleransi dalam bidang muamalah mencakup interaksi sosial dan ekonomi. Allah SWT berfirman dalam surah Al Mumtanah ayat 8,

لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ

Artinya: "Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil."

Merujuk pada ayat di atas, kaum muslimin boleh berinteraksi dengan umat agama lain. Hanya saja, interaksi tersebut tidak mengancam jiwa, harga diri, harta dan lain sebagainya.

Allah SWT mengajarkan umat Islam untuk berbuat adil. Oleh karena itu, dalam Al-Qur'an Allah SWT melarang adanya monopoli ekonomi yang membuat kekayaan hanya dinikmati oleh sejumlah orang kaya.




(aeb/rah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads