Nahdlatul Ulama menorehkan sejarah baru dalam penyelenggaraan Religion 20 (R-20) yang berlangsung di Bali, 2-3 November 2022 ini. Bersama dengan Moslem World League (MWL), Nahdlatul Ulama dan didukung pemerintah Indonesia, event R-20 menjadi pertemuan strategis antar agamawa dan aktifis sosial lintas negara.
Bukan hanya karena diikuti oleh ratusan agamawan, peneliti, professor serta tokoh kunci lembaga-lembaga riset internasional, R-20 juga membuktikan wajah NU yang serius menapaki jalur diplomasi perdamaian di level internasional. R-20 menjadi tonggak sejarah untuk membuktikan khidmah NU, yang membangun peradaban dan kemanusiaan.
Penyelenggaraan R-20 kali ini membuktikan bahwa Gus Yahya C Staquf tidak hanya bergerak dalam kata-kata. Ia betul-betul konsisten mengeksekusi ide demi ide, menyegarkan gagasan serta menghadirkan narasi baru dalam gerakan, untuk menginspirasi jutaan kader santri yang tersebar di pelbagai level.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam beberapa kali kesempatan, Gus Yahya menyampaikan bahwa ide-ide diplomasi perdamaian dan khidmah Nahdlatul Ulama di level internasional, sejatinya sudah ditancapkan secara kokoh oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari, Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Ahmad Shiddiq, Kiai Abdurrahman Wahid, Kiai Maimoen Zubair dan kiai-kiai NU yang konsisten mengembangkan fikih peradaban pada level masing-masing.
Bahkan, menurut Gus Yahya, rumusan untuk menggerakkan aswaja an-Nahdliyyah sebagai platform membangun peradaban kemanusiaan di level global, sudah ada dan sekarang ini para kader NU tinggal melanjutkan. Meneruskan gagasan-gagasan kebangsaan dan perdamaian ini, merupakan tanggung jawab bersama para kader Nahdlatul Ulama yang tersebar di lintas bidang sekarang ini.
Perjuangan Kemanusiaan
Di tengah rangkaian event R-20 ini, saya beruntung ikut serta untuk khidmah. Saya berdialog dengan Prof. Thomas Johnson dan Dr. Kyle Wisdom dari Amerika Serikat yang jauh-jauh datang untuk ikut berdialog, bersilaturahmi dan bersama-sama mencari solusi atas masalah global.
Saya bertanya apakah ada forum agamawan berskala internasional, yang sebelumnya pernah diselenggarakan dan berupaya mencari konsensus kemanusiaan serupa?
"Well, it's been 25 years. It's long enough, but unfortunately that's not working yet". Prof Thomas mengisahkan bahwa 25 tahun yang lalu, pernah diselenggarakan satu forum yang membahas tentang ethics dan agama, yang kemudian menghasilkan beberapa kertas kerja yang terpublikasi.
Namun, perbedaan pendekatan, dan metodologi kerja, serta serangkaian problem lain, menjadikan forum besar tidak menghasilkan tindak lanjut yang memadai terkait dengan pencarian solusi bersama atas masalah global.
Saya kemudian menyampaikan, betapa upaya yang dilakukan Gus Yahya dan NU dalam penyelenggaraan R-20 ini sebuah keberanian. Meski tantangan besar menghadang di depan, dan belum pasti menghasilkan tujuan yang diinginkan, tapi jelas ini langkah luar biasa untuk memberikan dampak signifikan kepada dunia. Warga internasional membutuhkan langkah-langkah baru, sebagai alternatif solusi bersama atas masalah kemanusiaan yang terjadi.
"Indeed, so true. We are in same boat, we have to working together. We have to try, and let see 5 until 10 years in front of us," demikian timpal Prof Tomas Johnson kepada saya, dalam perbincangan singkat. Saya menangkap semangat yang menyala di mata beliau, gairah untuk bersama-sama mencari solusi global di tengah kecamuk perang dan krisis saat ini.
Diplomasi Perdamaian
Di bawah kepemimpinan Kiai Miftahul Akhyar dan Gus Yahya C Staquf saat ini, Nahdlatul Ulama mengambil peran dan tanggung jawab untuk menguatkan diplomasi perdamaian. Langkah-langkah strategis untuk menjadikan NU sebagai anchor dalam kerja-kerja kemanusiaan internasional sudah diinisiasi.
Selama ini, Nahdlatul Ulama punya ribuan kader santri yang menjadi 'wajah NU' di ranah internasional. Mereka berkhidmah di organisasi Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) di 38 negara dengan kiprah masing-masing. Ribuan kader ini merupakan bagian dari--istilah Gus Yahya, emissary Nahdlatul Ulama. Mereka adalah duta khusus NU, dengan peran yang bisa saling melengkapi. Belum lagi, kader-kader NU yang tersebar di pelbagai lembaga dan badan otonom, dengan spesifikasi skill serta beragam pengalaman yang dimiliki.
Diplomasi perdamaian (peace diplomacy) sebagai trajektori khidmah Nahdlatul Ulama ini harus dikawal bersama. Perjuangan ini harus dicoba, kerja berkesinambungan harus dibangun dengan semangat kolaborasi untuk bersama-sama membangun peradaban.
Sebagaimana pesan Gus Yahya, R-20 hanyalah awal dari rangkaian kerja panjang di masa mendatang. Dengan demikian, kesiapan mental, penguatan skills, kekuatan energi dan kesanggupan untuk khidmah jangka panjang, menjadi tantangan buat semua. (*)
Munawir Aziz
Penulis adalah Sekretaris Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama United Kingdom (PCINU UK), Australia-Indonesia Moslem Exchange Program (AIMEP 2022) Delegate.
(erd/erd)
Komentar Terbanyak
Di Masjid Al Aqsa, Menteri Garis Keras Israel Serukan Ambil Alih Gaza
Menteri Israel Pimpin Ibadah Yahudi di Halaman Masjid Al Aqsa
Indonesia Konsisten Jadi Negara Paling Rajin Beribadah