Tangerang Selatan - Suara lantunan ayat suci Al-Quran berkumandang dengan merdu dan indah di Pondok Pesantren Tunanetra Raudlatul Makfufin di Tangerang, Banten. Begini potretnya.
Picture Story
Semangat Santri Tunanetra Belajar Al-Quran Braille

Beginilah aktivitas dan kondisi para santri yang mondok di Pesantren Tunanetra Raudlatul Makfufin, Tangerang Selatan, Banten.
Sejumlah santriwan dan santriwati tampak sedang khusyuk membaca dan menghafalkan Al-Quran dengan metode Braille. Selepas Sholat Ashar, mereka mulai kajian ramadan yang dilanjutkan dengan berbuka puasa bersama. Usai makan, mereka melanjutkan dengan sholat Magrib, Isya dan tarawih berjamaah. Begitulah alur kegiatannya.
Yups, mereka adalah santri di pondok pesantren tunanetra Raudlatul Makfufin. Meski mataya kini tak melihat, bukan berarti hilangnya cahaya dalam kehiduapn mereka. Ini buktinya.
Menurut Kepala Pesantren Tunanetra Raudlatul Makfufin Ustadz Rohman, kini ada 28 santri tunanetra yang belajar di pesantren ini (25 santri yang bersekolah khusus dan 3 santri non sekolah).
Para santri tunanetra ini juga beragam, mulai dari anak-anak yang berkisar 7 tahun hingga remaja/dewasa yang berusia 20 tahun. Sedangkan santri non sekolah ada dari usia 21 hingga 25 tahun dan berasal dari berbagai wilayah di Pulau Jawa.
Kegiatan yang biasa dilakukan saat ramadan biasanya dimulai dengan sholat tahajud, sahur bersama lalu sholat Subur berjamaah. Baru setelah itu dilanjutkan dengan Muroja'ah Al Quran bersama-sama. Untuk yang bersekolah, mereka mulai pada pukul 9.00 hingga 15.00 WIB.
Pesantren ini dikelola oleh Yayasan Raudlatul Makfufin. Yayasan ini memiliki slogan “Tiada Mata Tak Hilang Cahaya” yang memiliki arti bahwa untuk membuktikan yayasan tunanetra ini tetap memiliki cahaya iman.
Tak hanya aktivitas untuk pembelajaran bagi santri di Yayasan ini, Ada juga terdapat percetakan yang memproduksi Al-Quran Braille untuk para penyintas tunanetra.
Pesantren Raudlatul Makfufin berdiri pada 2016. Tapi, embrio pesantren ini sudah ada sejak puluhan tahun silam, bermula dari majelis taklim yang diisi seorang dai tunanetera bernama almarum RM Halim Sholeh.
Berawal dari pengajian mingguan, Halim akhirnya mendirikan Yayasan Raudlatul Makfufin pada 26 November 1983. Motivasi Halim adalah keprihatinan atas minimnya akses pendidikan agama bagi para tunantera. Padahal, keterbatasan tidak menggugurkan kewajiban untuk beribadah.
Pada 1997, yayasan memperluas kegiatan keagamannya dengan menginisiasi komputerisasi Al-Qur'an braille. Sejak itu, Raudlatul Makfufin memperoleh izin mencetak Al-Qur'an braille.
Ahmad (15) salah satu santri yang mondok di pesantren ini mengaku sudah 7 tahun menimba ilmu disini. Ia pun telah berhasil menghafal 5 Juz Al Quran. Mereka juga senang karena bisa mendapatkan keterampilan lain.
Tadarus juga mereka lakukan selepas Tarawih berjamaah. Sebagian siswa yang sudah terjadwal juga melakukan ujian menghafal Al Quran.
Pesantren ini berjalan dengan swadaya masyarakat. Tak ada donatur, oleh karenanya para santri ini masih dibebankan biaya.
Meskipun demikian, Pimpinan yayasan pun tetap membuka tangan bila ada yang kelapangan rejeki dan bersedia menjadi donatur dengan senang hati demi kelangsungan jalannya pesantren tunanetra ini.
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Pengumuman! BP Haji Buka Lowongan, Rekrut Banyak SDM untuk Persiapan Haji 2026
Info Lowongan Kerja BP Haji 2026, Merapat!