Made Muliawan Arya alias De Gadjah percaya diri alias pede bisa memutihkan utang Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali jika menang dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Bali 2024. Calon gubernur (cagub) Bali nomor urut 1 itu mengaku sudah berkomunikasi dengan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Thomas Djiwandono, beberapa waktu lalu.
Hal tersebut dia sampaikan saat menghadiri kampanye pasangan calon (paslon) bupati-wakil bupati Badung I Wayan Suyasa-I Putu Alit Yandinata (Suyadinata) di Abiansemal, Badung, Rabu (2/10/2024) malam. De Gadjah mengaku ingin memutihkan utang Pemprov Bali setiap tahun yang hampir mencapai Rp 250 miliar.
"Saya sudah bicara ke Wakil Menteri Keuangan, Pak Thomas. Saya sampaikan, Bali defisit, bang. Bali punya utang. Kalau saya memimpin (dalam kondisi) begini, susah. Bagaimana caranya agar utang itu diputihkan?" tutur De Gadjah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
De Gadjah mengeklaim keluhannya terkait utang Pemprov Bali itu langsung dijawab oleh Thomas Djiwandono. Menurutnya, utang itu bisa diputihkan asalkan De Gadjah bisa memenangkan Pilgub Bali 2024.
"Katanya, 'bilang sama 08'. Maksudnya 08 itu Pak Prabowo. Kalau untuk keperluan masyarakat Bali, itu (utang) bisa diputihkan. Tapi tempat lain (paslon lain terpilih) saya nggak tahu itu bisa diputihkan atau nggak," imbuhnya.
De Gadjah yang berpasangan dengan Putu Agus Suradnyana (Mulia-PAS) pun mengkritisi utang Pemprov Bali yang seharusnya bisa dialihkan untuk menjalankan program yang bermanfaat. Mulai dari peningkatan mutu pendidikan, kesehatan, dan program yang berpihak pada masyarakat lainnya.
"Bali sedang tidak baik-baik saja. Itu pendapat Pak Prabowo," ujar bekas wakil ketua DPRD Denpasar itu.
De Gadjah Kritik Istilah Sopir dan Kernet
De Gadjah juga mengkritik sebutan sopir untuk jabatan gubernur dan kernet untuk wakil gubernur. Istilah sopir dan kernet itu awalnya diungkapkan oleh cagub Bali nomor urut 2 Wayan Koster.
De Gadjah menilai tidak ada istilah sopir dan kernet dalam jabatan gubernur dan wakil gubernur. "Tidak ada kernet dan sopir. Apapun keputusan, harus dirumuskan bersama," ungkapnya.
Pria plontos bertubuh kekar itu menyadari ungkapan kernet itu ditujukan kepada calon wakilnya, Putu Agus Suradnyana (PAS). De Gadjah langsung menegaskan PAS adalah partner-nya. "Beliau bukan kernet," tegasnya lagi.
Ketua DPD Partai Gerindra Bali itu menilai porsi tugas antara gubernur dan wakil gubernur tidak perlu dibeda-bedakan. Dia mencontohkan ketika dirinya berbagi tugas dengan PAS saat masa kampanye ke daerah-daerah. Menurutnya, tak ada dominasi antara dirinya dan PAS.
"Jangan sampai yang satu dominan, yang satu jadi kernet. Itu yang justru bahaya dan itu tidak boleh dan tidak pernah terjadi di tempat kami. Cukup terjadi di tempat lain," sentilnya.
Agus Suradnyana sebelumnya juga merespons ungkapan kernet bagi posisi wagub. PAS menilai orang yang mengibaratkan jabatan wagub sebagai kernet adalah orang yang tidak punya akhlak dan mendiskreditkan gubernur dan wagub.
"Kalau sekarang orang tersebut mendiskreditkan posisi keduanya dan ingin menonjolkan diri sendiri, berarti itu orang yang tidak punya akhlak, tidak punya keinginan bersama, tidak mampu membangun komunikasi bersama," ujar mantan kader PDIP itu saat kampanye di Desa Tegallinggah, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Rabu (2/10/2024).
Sebelumnya, istilah sopir dan kernet diungkapkan calon gubernur Bali nomor urut 2, Wayan Koster. Koster dan pasangannya, Nyoman Giri Prasta, menargetkan bisa menang mutlak di Buleleng dengan perolehan suara minimal 70 persen. Dia pun meminta warga Buleleng memilih sopir dan bukan kernet.
"Sudah ada sopir, ngapain cari kernet? Kan gubernur, apalagi gubernurnya dengan wakil gubernurnya komitmennya jelas, hasil yang dicapai jelas," kata Koster saat kampanye di Pantai Krobokan, Kecamatan Sawan, Buleleng, Selasa (1/10/2024).
Politikus PDIP itu meminta warga Gumi Panji Sakti untuk memilih calon gubernur dari Buleleng. Koster mengeklaim dirinya dan Giri Prasta sudah berpengalaman memimpin daerah.
(iws/hsa)