Desing peluru bersahutan di Ibu Kota Sudan, Khartoum. Suara tembakan dan ledakan itu hampir terdengar setiap hari sejak pecah perang antara tentara Sudan dengan Paramiliter Rappid Support Forces (RSF) pada pertengahan bulan lalu.
Muhammad Abdullah waswas peluru tersebut nyasar ke tubuhnya. "Padahal sasaran tembaknya bukan ke kami, tapi peluru nyasar itu yang kami takutkan," tutur mahasiswa jurusan bahasa Arab International University of Africa kepada detikBali, di Bandara Internasional Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (3/5/2023).
Abdullah menerangkan asrama mahasiswa asal Indonesia di Khartoum yang ditinggalinya hancur lebur karena bom. Beruntung, pria berusia 20 tahun itu sudah pindah ke lokasi lain.
Abdullah menuturkan tantangan untuk keluar dari Sudan juga terjadi saat evakuasi bertahap yang dilakukan oleh Kementerian Luar Neger (Kemenlu) pada Minggu (23/4/2023). Salah satu bus yang ditumpang oleh warga negara Indonesia (WNI) terguling saat menuju Port Sudan.
Ketika itu, Abdullah bersama WNI lain masuk kelompok terakhir yang dievakuasi. "Alhamdulillah yang dari NTB selamat," tuturnya.
Abdullah dan mahasiswa Indonesia lainnya singgah selama dua hari di Port Sudan. Mereka kemudian, terbang menuju Jeddah, Arab Saudi, pada Rabu (24/4/2023) dan tiba di Bandara Internasional Lombok pada Rabu (3/5/2023).
Tak hanya Abdullah. Fitri Indayani juga lolos dari maut saat perang Sudan berkecamuk.
Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Khartoum lolos dari maut saat sebuah rudal menghancurkan rumah majikannya pada Idul Fitri, Jumat (21/4/2023). Perang tak surut meski Idul Fitri.
Desing peluru dan dentuman ledakan dari berbagai arah di Khartoum terus terdengar. "Saya melihat langsung rudal menghancurkan rumah majikan saya sebelum saya dievakuasi ke Port Sudan," kata Fitri kepada detikBali, di Bandara Internasional Lombok, Senin (1/5/2023).
Menurut Fitri, kondisi di Sudan sangat mengerikan sejak pecah perang. Air dan listrik mati. Khartoum seperti kota mati.
"Pokoknya antara hidup dan mati sejak peperangan itu," kenang warga Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, NTB, itu.
Setelah berhasil selamat, Fitri kemudian dievakuasi ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) pada pagi buta, Sabtu (22/4/2023). Saat itu, Fitri diantar oleh majikannya ke KBRI menggunakan mobil secara diam-diam.
KBRI kemudian mengungsikan Fitri dan WNI lainnya ke Madani. "Dari KBRI kami diungsikan sementara," ungkap Fitri.
KBRI, Fitri melanjutkan, kemudian mengevakuasi ratusan WNI korban perang Sudan ke Port Sudan pada Senin (24/4/2023). Perempuan berusia 38 tahun itu kemudian melanjutkan perjalanan menuju Jeddah melalui Laut Merah selama 23 jam.
Dari Jeddah, Fitri diterbangkan ke Jakarta. Dia tiba di Bandara Internasional Lombok pada Senin siang (1/5/2023).
Siapa lagi WNI yang lolos dari perang Sudan? Baca ceritanya di sini.
Simak Video "Video: JPU Ungkap Kronologi Brigadir Nurhadi Tewas Dianiaya Atasan"
(Hakim Dwi Saputra/gsp)