Liputan Khusus Jejak Bung Karno di Bali

Renjana Sukmawati tentang Bung Karno dan Bali

Made Wijaya Kusuma - detikBali
Minggu, 07 Jul 2024 10:56 WIB
Sukmawati Soekarnoputri saat diwawancarai di Buleleng, beberapa waktu lalu. (Made Wijaya Kusuma/detikBali)
Buleleng -

Sukmawati Soekarnoputri sangat kerasan ketika pertama kali diajak berlibur ke Pulau Dewata oleh ayahnya, Soekarno, puluhan tahun silam. Ketika itu, Sukmawati dan anak-anak Bung Karno lainnya menginap di perbukitan di atas Pura Tirta Empul, Desa Manukaya, Tampaksiring, Gianyar, Bali.

Fatmawati, istri Bung Karo sekaligus ibu dari Sukmawati, turut bermalam di bangunan menyerupai gubuk itu. Sukmawati kecil sempat heran lantaran Sang Proklamator mengajak mereka sekeluarga menginap di bangunan dengan gedek beratap alang-alang.

"Kedengaran banyak tikus kalau malam. Ngapain ya presiden ngajak ke sini? Tapi, ternyata setahun kemudian sudah berdiri istana. Ya, itu lokasi Istana Kepresidenan Tampaksiring," tuturSukmawati kepada detikBali, di Buleleng, awal Juni lalu.

Sukmawati sangat merindukan momen saat menginap dengan orang tua dan saudara-saudaranya di bukit berhawa sejuk itu. Kerinduannya menjelma menjadi renjana. Ingatan masa kecil itu pula yang membuat Sukmawati mencintai Bali dan kebudayaannya.

"Secara kejiwaan, saya suka kangen dengan Bali, terutama Istana Tampaksiring karena masa kecil kami di situ," imbuh perempuan kelahiran 21 Oktober 1951 itu.

Istana Tampaksiring merupakan satu-satunya istana kepresidenan yang dibangun setelah kemerdekaan Indonesia. Pembangunannya dimulai pada 1957 hingga 1960.

Salah satu sudut kawasan Istana Tampaksiring menghadap kolam Tirta Empul di kaki bukit. Konon, di lokasi itu dulu pernah berdiri bangunan peristirahatan milik Kerajaan Gianyar.

Dilansir dari laman resmi Kementerian Sekretariat Negara, Istana Tampaksiring berdiri atas prakarsa Presiden Soekarno. Istana tersebut menjadi tempat peristirahatan bagi presiden beserta keluarga dan tamu-tamu negara yang berkunjung ke Bali.

Menurut Sukmawati, Istana Tampaksiring didesain langsung oleh Bung Karno bersama R. M. Soedarsono. "Bung Karno sebagai insinyurnya dan dibantu Pak Darsono. Istana Tampaksiring menjadi istana presiden karya orang Indonesia asli," ujar Sukmawati.

Istana Tampaksiring, Sukmawati berujar, merupakan wujud kecintaan Bung Karno terhadap Bali. Dalam istilah Sukmawati, istana tersebut menjadi bentuk bakti Putra Sang Fajar kepada ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai Srimben, yang juga berdarah Bali.

Anak-anak Bung Karno Belajar Tari Bali

Presiden Soekarno adalah sosok yang mencintai seni. Pria flamboyan yang juga orator ulung itu bahkan mengenalkan dan mendorong anak-anaknya untuk mempelajari kesenian Nusantara sejak belia.

Sukmawati menuturkan dirinya mulai belajar menari sejak umur empat tahun dari ibunya, Fatmawati. Dia mempelajari beberapa tarian nusantara, termasuk tari Bali.

"Umur enam tahun saya baru dilatih oleh guru tari langsung diiringi gamelan Bali," kenang Sukmawati.

Kala itu, Sukmawati menguasai beberapa tari Bali. Namun, salah satu yang dia ingat adalah Tari Kebyar Duduk karya seniman asal Tabanan, I Mario. Menurutnya, Tari Kebyar Duduk sangat populer pada zaman itu.

"Ketika itu, tokoh tari yang sedang dikagumi adalah I Mario. Mungkin ibu berharap saya suatu waktu belajar tari seperti I Mario," imbuh adik dari Megawati Soekarnoputri itu.

Sukmawati menuturkan Bung Karno rutin menggelar pementasan kesenian nusantara setiap menjelang 17 Agustus di Istana Negara. Selain menampilkan seniman tradisi dari berbagai daerah di Tanah Air, anak-anak Bung Karno juga turut unjuk gigi dalam pementasan tersebut.

Berbagai tarian dari sejumlah daerah di Indonesia dipentaskan saat malam kemerdekaan itu. Termasuk Tari Tenun dan Tari Pendet dari Bali.

"Kami dilibatkan kalau dinilai sudah layak untuk menari setiap 17 Agustus malam," imbuh Sukmawati.

Selain Sukmawati, anak-anak Bung Karno lainnya juga diajarkan untuk mencintai kesenian Nusantara. Adik kandung Sukmawati, Guruh Soekarnoputra, bahkan mempelajari tarian Bali lebih mendalam. Guruh menciptakan tari kreasi bertajuk Tari Legong Untung Suropati pada 1982.

Menurut Sukmawati, Bung Karno sangat mencintai kebudayaan Bali. Sang Proklamator mengoleksi berbagai karya seni berupa topeng hingga patung karya seniman Bali yang disimpan di Istana Kepresidenan di Jakarta.

"Saya banyak mengenal Bali juga melalui Bapak. Jadi, (Bali) seperti sebagian dari kehidupan seorang Bung Karno. Nenek kami suka cerita tentang perang puputan. Bung Karno lantas mencarikan kata terjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia. Makanya, istilah merdeka atau mati itu merupakan inti dari kata puputan itu sendiri," pungkas Sukmawati.



Simak Video "Video: Momen Wapres Gibran Ziarah ke Makam Bung Karno di Blitar"

(hsa/iws)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork