Urban Sketchers (USK) Bali kembali menggelar pameran sketsa dalam rangka perayaan tahun ke-13 komunitas tersebut. Komunitas yang terbuka untuk publik ini ingin menunjukkan bahwa siapa pun bisa memamerkan karya, tanpa perlu latar belakang sebagai seniman. Pameran bertajuk 'Story of Indonesia' itu berlangsung di Restoran Masa-Masa, Desa Ketewel, Sukawati, Gianyar.
Sebanyak 111 exhibitor dari berbagai daerah di Indonesia menampilkan 331 sketsa di atas kertas serta 90 sketchbook. Seluruh karya dipajang mulai 22 November 2025 hingga 17 Januari 2026.
"Kami tidak melalui proses kurasi seperti pameran pada umumnya. Karena ini merupakan selebrasi. Siapapun anggota yang mau memamerkan karyanya, boleh. Bahkan ada menyumbang karya hingga 5 buah. Kita ingin menunjukan sisi jurnalisme visual sekaligus sisi apa adanya (raw)," ujar Ketua USK Bali, Aditya Gunawan, dalam konferensi pers, Sabtu (22/11/2025).
Salah satu peserta, Chike Tania, menyerahkan lima sketchbook untuk dipamerkan. Ia mengisi halaman-halamannya dengan kisah perjalanan mulai dari Jaipur, India, hingga hobinya mencoba kuliner. Illustrator freelance itu juga menempelkan tiket transportasi dari perjalanannya sebagai bagian dari catatan visual.
Deretan sketsa yang digantung di dinding maupun ditata di atas meja tampil tanpa banyak bingkai. Pengunjung seolah diajak menyelami catatan harian para seniman dalam estetika yang sederhana namun ekspresif. Hal ini sejalan dengan aktivitas rutin USK Bali yang mengandalkan live sketching, menggambar langsung di lokasi untuk menangkap momen keseharian.
Menerjemahkan Indonesia Lewat Sketsa
Tema 'Story of Indonesia' diterjemahkan para peserta dengan menampilkan beragam sudut negeri. Dari hiruk-pikuk jalanan Jakarta hingga suasana tenang di Ubud, dari warung sederhana hingga restoran mewah, dari kawasan terkumuh hingga area elit. Para sketser menghadirkan potret kehidupan dari satu tradisi ke tradisi lain, serta dari satu kepercayaan ke kepercayaan lainnya.
"Saya merasa live sketching itu seperti memorabilia selama 10 tahun. Misal, ada gerbang di Semeru dulu, sekarang sudah tidak. Oh, ini masa-masa saya suka liquid graphite. Ternyata dulu saya pakai tinta China yang baunya mencolok seperti aroma cumi ya. Karya juga jadi bahan storytelling dengan anak dan keponakan," cerita Aktivis Urban Sketchers Bali, Krishna Aditya.
Pendiri USK Bali, Rudi Hao, mengenang awal mula ketertarikannya pada urban sketch. Ia terinspirasi dari para lansia yang rutin menggambar bersama di ruang publik dekat kantornya di Singapura pada 2010.
"Saya tanyalah. Ternyata namanya urban sketch. Alat-alatnya yang digunakan gambar, bukan fotografi. Hampir tiap negara ada urban sketch ini dan kami daftar. Dulu terbatas gambarnya arsitektur dan interior, sekarang lebih inklusif. Anggotanya pun hampir 200 orang dengan 216 kali pertemuan hampir seluruh Bali," kenang Hao.
Selama pameran berlangsung, pengunjung juga bisa mengikuti kegiatan USK Bali, mulai dari workshop, sketch walk, hingga berbelanja peralatan menggambar.
Simak Video "Video Playful Bites: Food Monster Project Karya Mangmoel"
(dpw/dpw)