Sosiolog Unud: Wacana Legalisasi Tajen Harus Dikaji Mendalam

Rizki Setyo Samudero - detikBali
Selasa, 24 Jun 2025 18:01 WIB
Ilustrasi tajen atau sabung ayam. (Foto: dok. AFP/JAY DIRECTO)
Denpasar -

Wacana legalisasi tajen atau sabung ayam di Bali menuai pro dan kontra. Di satu sisi, tajen dinilai sebagai warisan budaya yang harus dijaga. Di sisi lain, aktivitas sabung ayam itu disayangkan karena kerap dijadikan ajang perjudian.

Sosiolog Universitas Udayana (Unud), Ni Made Anggita Sastri Mahadewi, menilai usulan DPRD Bali terkait legalisasi tajen perlu dikaji secara mendalam. Sebab, tajen berkelindan dengan berbagai aspek seperti hukum, sosial, budaya, agama, dan ekonomi.

"Legalitas tajen tanpa pengaturan yang ketat berpotensi menimbulkan dampak negatif," ujar Anggita kepada detikBali, Selasa (24/6/2025).

Anggita menuturkan tajen yang selama ini dimanfaatkan untuk berjudi dapat menjerumuskan masyarakat dari kalangan ekonomi lemah ke lingkaran utang, konflik sosial, hingga kekerasan. Sebelum mengambil keputusan, dia berujar, DPRD Bali harus memperjelas dualitas tajen tersebut agar tidak menimbulkan salah kaprah di masyarakat.

"Kita perlu memahami dualitas tajen di masyarakat Bali. Di satu sisi, tajen adalah bagian tradisi lokal yang telah mengakar selama ratusan tahun," kata Anggita.

"Namun, tajen juga kerap disertai dengan unsur taruhan yang menjadikan tajen tergolong dalam suatu permainan (perjudian)," imbuh dosen program studi Sosiologi di FISIP Unud itu.

Anggita lantas menjelaskan aspek hukum dan agama yang tidak bisa diabaikan. Secara hukum nasional, dia melanjutkan, tajen yang disertai taruhan jelas bertentangan dengan KUHP tentang Perjudian. Demikian pula dari sudut pandang Hindu yang menurutnya perjudian telah menyimpang dari nilai-nilai Dharma.

"Namun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa tajen juga memiliki sisi budaya yang penting untuk dilestarikan khususnya dalam konteks upacara keagamaan," ungkap Anggita.

Dia menyarankan untuk mengedepankan pendekatan yang terukur terkait tajen di Bali. Menurut Anggita, masyarakat dan pemerintah daerah perlu membedakan antara tajen sakral atau ritualistik (tabuh rah) dengan tajen profan atau yang bersifat hiburan.

"Tajen dalam konteks upacara adat bisa tetap dilestarikan dengan pembatasan yang ketat agar tidak melanggar hukum dan nilai moral," pungkasnya.

Halaman berikutnya: Pro Kontra Legalisasi Tajen di Bali...



Simak Video "DPRD Bali Anggap Wajar Ada Usulan Pelegalan Judi Tajen"


(iws/dpw)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork