Kebotakan rambut adalah kondisi di mana rambut di kepala mulai menipis atau rontok secara berlebihan. Kondisi ini menyebabkan area kulit kepala terlihat.
Kepercayaan diri dapat menurun karena kebotakan. Selain itu, kebotakan juga dapat menyebabkan rasa tidak aman dan tidak percaya diri dalam berinteraksi sosial.
Di tengah kemajuan teknologi medis, transplantasi rambut telah menjadi solusi efektif bagi masalah kerontokan parah hingga kebotakan yang kerap mempengaruhi kepercayaan diri. Lalu muncul pertanyaan, apakah transplantasi diperbolehkan dalam Islam?
Banyak orang yang ragu melakukan transplantasi rambut. Sebab, ada dalil-dalil yang melarang perbuatan mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah).
Dikutip detikHealth, dalam diskursus fiqh Islam, para ulama menavigasi isu ini dengan mempertimbangkan dua prinsip utama. Di satu sisi, terdapat larangan tegas terhadap tindakan mengubah ciptaan Allah yang didasari atas kesombongan atau ketidakpuasan, seperti mentato atau mengikir gigi untuk tujuan kosmetik.
Kendati demikian, prinsip itu diseimbangkan dengan perintah yang kuat bagi umat Islam untuk senantiasa menjaga kesehatan dan berikhtiar mencari pengobatan (at-tadawi) untuk setiap penyakit, sebagaimana dianjurkan dalam banyak hadis. Pertanyaannya kemudian, apakah transplantasi rambut lebih condong sebagai upaya pengobatan ataukah tindakan kosmetik yang terlarang?
Pandangan MUI soal Tranplantasi Rambut
Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebagai lembaga fatwa terkemuka di Tanah Air, telah memberikan pandangannya mengenai masalah ini. Secara umum, MUI memperbolehkan pelaksanaan transplantasi rambut, dengan mengkategorikannya lebih dekat pada tindakan pengobatan restoratif daripada sekadar mengubah ciptaan.
Kebolehan ini tentu tidak mutlak, melainkan bersandar pada beberapa ketentuan fundamental. Syarat yang paling utama adalah niat atau tujuan di balik prosedur tersebut, yang haruslah murni untuk mengobati atau menghilangkan aib dan cacat, seperti kebotakan akibat faktor genetik, penyakit, atau kecelakaan, bukan untuk berhias secara berlebihan (tabarruj).
Selanjutnya, pandangan ulama menekankan pada aspek teknis prosedur, yaitu sumber rambut yang digunakan. Ditetapkan bahwa rambut tersebut harus berasal dari bagian tubuh pasien itu sendiri (autotransplantasi), misalnya dengan memindahkan folikel dari area belakang kepala ke bagian depan.