Sebanyak 135 rumah di Perumahan Aerohome Estate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), terancam disita setelah pengembang atau developer, PT Aero Multi Karya dinyatakan pailit. Putusan Pengadilan Niaga Makassar itu membuat warga perumahan elite tersebut terancam kehilangan rumah yang sudah dibeli secara tunai seharga Rp 1 miliar.
Putusan perkara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) itu dibacakan majelis hakim Pengadilan Niaga Makassar dalam sidang yang digelar pada Senin (21/7). Dalam putusan perkara nomor: 2/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Mks itu, majelis hakim menyatakan PKPU PT Aero Home Multi Karya telah berakhir.
"Menyatakan PT Aero Multi Karya pailit dengan segala akibat hukumnya," demikian amar putusan yang dibacakan majelis hakim dilansir dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Makassar dikutip, Rabu (23/7/2025).
Majelis hakim juga menunjuk Hakim Pengadilan Niaga pada PN Makassar, Herianto sebagai hakim pengawas untuk mengawasi proses kepailitan PT Aero Multi Karya. Majelis turut mengangkat 3 kurator dari Kementerian Hukum dan HAM dalam menangani proses tersebut.
Tim kurator selanjutnya akan menetapkan biaya kepailitan. Sementara imbalan jasa kurator akan ditetapkan dengan penetapan kemudian setelah selesai menjalankan tugas dan proses kepailitan berakhir.
Diketahui, Perumahan Aerohome Estate terletak di Kecamatan Biringkanaya, Makassar. Sebelum bergulir di persidangan, warga perumahan elite sempat mengadukan kasus ini ke DPRD Makassar setelah pengembang dituding melakukan penipuan dan penggelapan aset.
Rumah Disita Kurator untuk Dilelang
Putusan PN Niaga Makassar yang menyatakan pengembang pailit dianggap merugikan pemilik rumah selaku kreditur. Warga perumahan menganggap majelis hakim terburu-buru memutuskan pengembang dalam kondisi pailit.
"Saya sebagai warga merasa tidak fair dengan putusan itu karena kita mengajukan perpanjang waktu tapi tiba-tiba langsung dinyatakan pailit," kata warga perumahan Aerohome, Siti Sabaria kepada detikSulsel, Selasa (22/7).
Sabaria mengaku sudah melunasi rumah yang dibeli di Aerehome Estate. Namun sertifikat rumah belum diproses balik nama atau masih atas nama developer hingga saat ini.
"Kita membelinya semua cash, hanya 5 orang yang sudah bersertifikat. Saya beli sejak 2019 rumah dua lantai seharga Rp 1 miliar," kata Sabaria.
Putusan PN Niaga Makassar membuat 135 rumah di Aerohome Estate akan disita oleh pihak kurator untuk dilelang. Sabaria menegaskan menolak jika rumahnya dilelang.
"Jadi terancam dilelang kalau sudah pailit begini karena belum balik nama, masih atas nama perumahan. Intinya warga tidak akan menyetujui yang namanya lelang," tutur Sabaria.
Warga perumahan Aerohome Estate lainnya, Muhammad Haryono Kartono mengaku kaget dengan putusan perkara PKPU tersebut. Dia mengaku tahapan PKPU ini bergulir serba cepat.
Padahal lanjut Haryono, kreditur dan pengembang selaku debitur sempat menempuh penyelesaian sengketa ini melalui mekanisme damai. Bahkan muncul opsi perpanjangan PKPU yang belakangan ternyata diabaikan majelis hakim.
"Saya salah satu kreditur di Aerohome, saya sudah memiliki rumah dan saya cuma mau menjelaskan bahwa kami cukup kaget dengan kegiatan PKPU ini," kata Haryono.
Pihak kreditur dan debitur sedianya sempat melakukan voting terhadap 140 kepala keluarga yang tinggal di Perumahan Aerohome Estate. Hasilnya, 97 pemilik rumah setuju perpanjangan PKPU sekaligus menolak pailit.
Sementara 16 pemilik rumah lainnya mendukung pailit dan 22 pemilik rumah tidak mendaftar PKPU. Sebanyak 5 pemilik rumah lainnya tidak terlibat dalam medias itu karena rumahnya sudah mengantongi sertifikat hak milik (SHM).
"Secara logika waktu sangat cepat, sehingga pihak debitur kesulitan untuk membuat proposal (damai). Hanya diberikan waktu 7 hari verifikasi berkas. Makanya debitur keluarkan opsi perpanjangan waktu dan akhirnya keluar putusan pailit," jelasnya.
(sar/hsr)