Mantan Wakil Rektor (Warek) II Universitas Negeri Makassar (UNM) Ichsan Ali menyoroti penunjukan pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek revitalisasi kampus senilai Rp 87 miliar yang dinilai tidak memenuhi syarat. Ichsan menduga kritikannya itu menjadi pemicu dirinya diberhentikan dari jabatan pembantu rektor.
Ichsan mengaku sempat berkoordinasi dengan Rektor UNM Karta Jayadi terkait dugaan pelanggaran PPK tersebut. Dia menduga sorotannya itu membuat Karta selaku pimpinan kampus merasa terganggu.
"Itu revitalisasi, PPK-nya itu kan tidak memenuhi syarat. Itu yang dia anggap mungkin tidak enak bagi dia," kata Ichsan kepada detikSulsel, Kamis (22/5/2025).
Ichsan mengaku sorotannya terkait hal itu bukan maksud untuk menentang kebijakan atau program kegiatan kampus. Dia berdalih kritikannya terkait penunjukan PPK proyek revitalisasi hanya sebagai masukan agar tidak timbuk masalah ke depan.
"Jelas saya mengingatkan bahwa, 'pelanggaran ini, pak rektor', yang jelas saya sudah sampaikan, mau diikuti atau tidak, bapak kan rektor," ujarnya.
Dia pun heran karena dituding tidak bisa diajak kerja sama sehingga diberhentikan dari warek II UNM. Padahal saat Karta terpilih dalam pemilihan rektor (pilrek), Ichsan mengaku ditunjuk karena dinilai sebagai sosok yang bisa membantu pimpinan kampus.
"Pada saat pilrek kemarin bisa kerja sama, kenapa setelah jadi rektor tidak bisa kerja sama. Kerja sama dalam kebaikan, apakah ada hal tidak baik mau dikerjasamakan sehingga dianggap tidak bisa bekerja sama," jelasnya.
Ichsan sempat menanggapi soal kabar beredar proyek revitalisasi UNM senilai Rp 87 miliar yang dilaporkan LBH Jakarta ke Kejaksaan Agung (Kejagung) atas dugaan adanya penyimpangan. Namun Ichsan membantah terlibat langsung dalam proyek itu.
"Itu namanya revitalisasi, saya sama sekali tidak tahu dan tidak pernah menyentuh proyek itu. Ini murni dilaksanakan oleh PPK dengan koordinasi langsung rektor," beber Ichsan.
Dia mengaku juga sempat berkoordinasi dengan Rektor UNM Periode 2016-2024 Husain Syam terkait proyek itu. Kala itu, Ichsan menyampaikan bahwa PPK proyek itu tidak memiliki sertifikasi untuk mengelola program yang anggarannya besar.
"Saya juga mengindikasikan bahwa di sini kan proyek besar, saya memberi Masukan ke rektor terhadap pekerjaan ini, mungkin alokasi itu dimulai tahun 2023 akhirnya kita dapat Rp 87 miliar," paparnya.
"Saya sampaikan hati-hati dengan PPK itu syarat-syaratnya berat ini, harus diganti, sudah keluar itu syaratnya harus punya sertifikat A (dan) B kalau sertifikatnya itu hanya untuk mengelola Rp 200 juta," tambah Ichsan.
Sejak era Karta Jayadi memimpin, dia kembali berkoordinasi terkait penunjukan PPK itu. Namun masukannya itu tidak direspons hingga PPK masih tetap berjalan.
"Saya masuk menghadap ke rektor ini sekarang saya ingatkan lagi ini pelanggaran. Akhirnya namanya pimpinan, kita harus ikut," imbuh Ichsan.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
(sar/hsr)