Kasus Korupsi Pupuk Subsidi Jeneponto Rp 6 M

Staf Distributor Pupuk Gugat Kejari Jeneponto Rp 2 M Usai Divonis Bebas MA

Sahrul Alim - detikSulsel
Rabu, 10 Des 2025 18:30 WIB
Staf distributor pupuk di Jeneponto, Amrina Rachmi Warham (40). Foto: (dok. istimewa)
Jeneponto -

Seorang staf distributor pupuk bernama Amrina Rachmi Warham alias AR (40) menggugat Kejaksaan Negeri (Kejari) Jeneponto bersama Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) usai divonis bebas oleh Mahkamah Agung (MA) dalam kasus korupsi pupuk subsidi. Gugatan dilayangkan sekaligus untuk mengembalikan nama baiknya usai ditahan dalam sel selama 10 bulan.

"Kemarin setelah sidang, kasasi dulu kejaksaan. Terus ada hasilnya dari kejaksaan, dari Mahkamah Agung bahwa ditolak, saya kasih masuklah gugatan pengembalian nama baik ini di Pengadilan Negeri Makassar," ujar Amrina kepada detikSulsel, Rabu (10/12/2025).

Gugatannya dengan nomor perkara 43/Pid.Pra/2025/PN Mks teregistrasi 27 November 2025. Dia menggugat Kejati Sulsel cq Kejari Jeneponto dengan pokok gugatan yakni mengganti kerugian dan rehabilitasi.


"Minggu lalu jadwalnya (sidang perdana), tapi ditunda dan dijadwalkan lagi hari ini. Saya diwakili pengacara. (Tuntutan) mengembalikan nama baik saya dan ganti rugi atas kerugian selama 10 bulan saya dipenjara sekitar Rp 2 miliar," katanya.

Selama dipenjara, Amrina mengaku telah kehilangan penghasilannya. Selain itu, kesempatannya untuk menjadi PPPK di salah satu puskesmas di Jeneponto pupus.

"Hilang penghasilan, terus biaya pengacara, ongkos ke (dari Jeneponto) Makassar selama persidangan, karena 2 kali saya ajukan pra-peradilan di Makassar dan Jeneponto. Sama hilang pekerjaan ku di puskesmas, di puskesmas saya honor selama 20 tahun. Sementara ada kemarin pendataan untuk paruh waktu, jadi tidak bisa ikut tes PPPK karena dipenjara," ujarnya.

Amrina menceritakan, kasusnya berawal saat Kejari Jeneponto menyelidiki dugaan penyalahgunaan pupuk subsidi pada 2021 lalu. Kasus tersebut sempat stagnan dan kembali dilanjutkan pada 2024.

"Saya dipanggil lagi oleh inspektorat untuk audit tapi batal, ternyata direktur ku yang harusnya diperiksa. Lanjut itu, ada lagi panggilan dari Kejaksaan, saya dipanggil saksi lagi dengan kasus yang sama yang mafia pupuk. Cuma masalahnya beda lagi, dialihkan ke masalah stok akhir distributor. Itu yang dinilai inspektorat kerugian negara," katanya.

Dia diperiksa sebagai staf distributor PT Koperasi Perdagangan Indonesia bersama pihak distributor lainnya yakni CV Anjas dan Puskud. Belakangan, kata dia, hanya dirinya yang dijadikan tersangka.

"Akhirnya diperiksa terus, selalu 6 orang ka diperiksa sama distributor lain. Tapi cuma saya yang ditersangkakan. Seharusnya semua yang 6 orang ditangkap karena sama semua ini. Tapi apa daya saya hanya seorang perempuan. Bayangkan pada itu malam polisi di belakang semua mempunyai pistol. Jadi saya jadi tersangka tidak tahu apa-apa, saya cuma staf biasa," katanya.

Dia waktu itu sempat mempertanyakan alasan hanya dirinya yang ditetapkan tersangka. Padahal 3 distributor dinilai inspektorat turut merugikan negara Rp 6 miliar.

"Itu satu pertanyaanku kenapa hanya saya ditangkap, sedangkan hasil audit inspektorat ada 3 distributor," jelasnya.

Belakangan dia mendapat informasi jika penetapan dirinya tersangka karena faktor ketersinggungan. Selain itu, dia juga dinilai terlalu pasang badan untuk perusahaannya.

"Yang diaudit inspektorat juga cuma bosku. Tapi saya dinilai pasang badan. Padahal saya pasang badan karena memang saya tidak salah. Sempat juga saya dapat informasi dari Pj bupati katanya saya tersangka karena faktor ketersinggungan, bisanya itu cuma karena tersinggung terus dipenjara 10 bulan," ujarnya.

Hingga akhirnya Amrina menjalani penahanan di Rutan Jeneponto usai ditetapkan tersangka pada 24 April 2024. Dia mengaku baru menjalani persidangan usai dipenjara 5 bulan 2 pekan.

"Saya ditahan itu di Rutan Jeneponto 5 bulan 2 minggu," katanya.

Bahkan selama masa penahanan itu, dia sempat mencoba untuk bunuh diri gegara frustasi. Di dalam sel, dia mendapat kabar anaknya di-bully dan nenek yang merawatnya meninggal dunia.

"Terus karena kan itu hari sempat ka mau bunuh diri di rutan, gara-gara saya merasa tidak salah tapi dipenjara dituduh korupsi. Anakku di-bully di pesantren katanya mamanya dipenjara karena korupsi. Terus meninggal juga kakekku yang besarkanka makanya mau ma bunuh diri. Jadi saya memohon terus untuk disidang, biar kutahu apa salahku," katanya.

Dia akhirnya dipindahkan ke Rutan Makassar saat proses sidang mulai berjalan di PN Makassar. Proses persidangan berlangsung selama 4 bulan 2 pekan lamanya.

"Lamanya kutunggu, bayangkan 5 bulan 2 minggu baru disidang. Dipenjara di rutan Makassar 4 bulan 2 minggu, jadi 10 bulan semua," katanya.

Belakangan PN Makassar memutuskan dia tidak bersalah. Putusan itu juga dikuatkan oleh MA saat JPU kasasi. Dia akhirnya menghirup udara bebas pada 17 Februari 2025.

"Pas sidang putusan 17 Februari 2025 (bebas) kalau tidak salah," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, Kejari Jeneponto menetapkan Amrina sebagai tersangka korupsi pupuk bersubsidi yang menimbulkan kerugian negara Rp 6 miliar. Amriani merupakan perwakilan distributor pupuk dari Koperasi Perdagangan Indonesia (KPI) Jeneponto berinisial AR.

AR ditetapkan tersangka usai menjalani pemeriksaan di Ruang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Jeneponto pada Kamis (25/4/2024) malam. AR langsung ditahan di Rutan Jeneponto selama 20 hari terhitung sejak 25 April 2024.

"AR sebagai salah satu distributor di Kabupaten Jeneponto. Ini (peran AR) belum bisa kami buka secara keseluruhannya karena kami masih berproses," kata Kepala Kejari Jeneponto, Susanto Gani kepada detikSulsel, Jumat (26/4/2024).

Susanto menjelaskan, tersangka diduga menjual jatah subsidi pengadaan tahun 2021 untuk kelompok tani di Jeneponto keluar daerah. Bahkan ditemukan ada manipulasi data yang berujung pada kerugian negara.



Simak Video "Video Adhyaksa Awards 2025: Andri Zulfikar Jaksa Tangguh Pemberantasan Korupsi"

(asm/hsr)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork