Kalapas Enemawira Dinonaktifkan Usai Paksa Napi Muslim Makan Daging Anjing

Syachrul Arsyad - detikSulsel
Rabu, 03 Des 2025 11:30 WIB
Foto: Kalapas Enemawira Chandra Sudarto menjalani sidang kode etik di kantor Ditjenpas, Jakarta. (dok. Istimewa)
Kepulauan Sangihe -

Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Kelas III Enemawira, Chandra Sudarto (CS) dinonaktifkan dari jabatannya usai diduga memaksa narapidana (napi) muslim memakan daging anjing di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Chandra kini menjalani sidang kode etik di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Jakarta.

Candra sebelumnya telah menjalani pemeriksaan di Kantor Wilayah Ditjenpas Sulawesi Utara setelah dinonaktifkan dari jabatannya. Candra lalu menjalani sidang kode etik di kantor pusat Ditjenpas, Jakarta, Selasa (2/12).

"Terduga berinisial CS telah hadir dan menjalani pemeriksaan di hadapan Majelis Sidang. Semua tahapan kami laksanakan sesuai prosedur agar penanganannya benar-benar objektif," ujar Ketua Majelis, Y Waskito dilansir dari laman Ditjenpas, Rabu (3/12/2025).


Waskito menegaskan Ditjenpas siap mengambil langkah tegas jika terbukti terjadi pelanggaran. Dia memastikan kasus dugaan pelanggaran kode etik ini ditangani secara objektif.

"Sidang kode etik ini kami gelar untuk menguji secara menyeluruh setiap informasi yang masuk dan memastikan penilaiannya dilakukan secara fair dan sesuai aturan," tegasnya.

Anggota Komisi XIII DPR RI Mafirion turut mengecam tindakan Kalapas Enemawira Chandra Sudarto. Dia menilai perbuatan Chandra yang memaksa warga binaan muslim untuk makan daging anjing merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia serta kebebasan beragama.

"Tindakan kepala lapas memaksa warga binaan muslim mengonsumsi makanan yang jelas dilarang dalam ajaran Islam, bukan hanya tindakan tidak pantas, tetapi juga pelanggaran hukum dan HAM," tegas Mafirion dalam keterangan tertulis.

Mafirion meminta Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan untuk mencopot kalapas serta memprosesnya secara hukum. Dia menyebut perbuatan kalapas Enemawira merupakan tindakan diskriminatif dan melanggar pasal 156, 156a, 335, 351 dalam KUHP.

"Aturan dalam KUHP secara tegas menyebutkan bahwa perbuatan menghina atau merendahkan agama dapat dipidana maksimal hingga 5 tahun," ungkapnya.

Chandra juga disebut melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Tindakan kalapas ini dinilai pelanggaran terhadap martabat manusia karena memaksa seseorang melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keyakinan moral dan religiusnya.

"Kita tidak bisa membiarkan seorang warga negara diperlakukan seperti ini. Walaupun dia seorang warga binaan, tapi dia masih memiliki hak asasi manusia yang harus tetap dilindungi. Jangan mentang-mentang dia warga binaan, maka kalapas bisa sewenang-wenang melakukan pelanggaran. Jangan toleransi terhadap hal-hal seperti ini," imbuhnya.

Mafirion juga meminta aparat penegak hukum bergerak cepat agar kasus ini tidak melebar menjadi isu sosial yang lebih besar. Hal ini mengingat tindakan diskriminasi agama sangat sensitif dan berpotensi memicu konflik horizontal.

"Konstitusi dan undang-undang kita sudah jelas. Tidak boleh ada seorang pun yang dipaksa melanggar keyakinannya. Negara harus hadir melindungi," pungkas Mafirion.



Simak Video "Video: Komnas HAM Sebut Perubahan Kurikulum Buat Siswa-Guru Sulit Adaptasi"

(sar/asm)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork