Presiden SBY dinilai over reaktif menanggapi isu SMS fitnah dari pengirim yang mengaku M Nazaruddin. Seharusnya isu tersebut cukup ditanggapi oleh juru bicara Partai Demokrat saja.
SBY dan Soeharto sama-sama menduduki posisi Ketua Dewan Pembina Partai masing-masing saat menjabat presiden. Namun, keduanya memiliki gaya yang berbeda.
Pejabat atau politisi seharusnya tidak perlu risau atas fitnah-fitnah yang bertebaran di media sosial yang difasilitasi teknologi informasi. Sudah menjadi risiko bagi pejabat dan politisi untuk dikecam dan dibenci, dan mereka harus siap dengan hal itu.
Tak perlu melacak pengirim pertama SMS fitnah, apalagi sampai membentuk Satgas Antifitnah. Dalam alam demokrasi, siapa saja bisa mengekspresikan kebencian dan menyalahgunakan kebebasan. Nanti fitnah itu juga berhenti sendiri.
Mantan Ketua MK Jimly Ashiddiqie mengimbau Presiden SBY tidak terlalu risau menanggapi SMS fitnah. Masyarakat Indonesia sekarang sudah kritis, sebaiknya SBY tak perlu menghiraukan SMS fitnah itu dan bekerja dengan ikhlas saja.
Dua pengacara Prancis berencana mengajukan gugatan hukum terhadap Presiden Prancis Nicolas Sarkozy atas kejahatan kemanusiaan terkait serangan militer NATO di Libya.
Ketua FPD DPR mengimbau anggota Komisi VII DPR dari FPD, Muhammad Nazaruddin untuk pulang memenuhi panggilan KPK. Janji Nazaruddin agar menjadi warga negara yang baik, sedang dipertaruhkan.
Nazaruddin pernah berucap akan membongkar aib petinggi PD. Kini ia kembali berjanji akan pulang ke tanah air bila pemeriksaan kesehatannya selesai. Akankah Nazaruddin memenuhi janjinya itu?
Nazaruddin meninggalkan Indonesia pada Senin 23 Mei lalu. Kepergian Nazaruddin hanya terpaut beberapa saat sebelum akhirnya dia dipecat dari bendahara umum partai oleh DKPD