Suhu malam hari di Balai desa Hargobinangun tempat ribuan warga mengungsi terasa dingin. Namun dinginnya udara malam di lereng Merapi ini, sedikit terobati oleh hadirnya pembagian teh gratis.

Tidak hanya di Indonesia, gunung api di Islandia juga menunjukkan tanda-tanda akan meletus. Hal ini membuat para pengelola maskapai penerbangan khawatir karena akan mempengaruhi lalu lintas udara.

Gunung yang masih aktif pasti suatu saat akan bererupsi. Seperti Merapi yang kembali memuntahkan awan panasnya sejak 26 Oktober lalu. 37 Orang tewas dalam peristiwa ini, namun melalui letusan inilah cara alam memperbarui diri.

Sekitar 25 persen dari ribuan jiwa pengungsi Merapi di beberapa barak pengungsia mengalami iritasi mata (Konjugtivitis). Hal itu disebabkan oleh abu vulkanik dari erupsi merapi yang terjadi sejak Selasa lalu.

BPPTK tengah meneliti material atau bahan jatuhan dari erupsi Gunung Merapi. Hasil pemantauan tim di lokasi hasil erupsi Merapi menemukan material lava dengan komposisi magma sekitar 57 persen silica.

Bagaimana keadaan Merapi saat ini? Tidak ada yang bisa menjawabnya secara pasti. Termasuk ahli vulkanologi seperti Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Surono.

Semburan wedhus gembel (awan panas) Gunung Merapi yang terjadi sekitar pukul 10.10 WIB mengarah ke utara (Boyolali). Muntahan awan panas mencapai ketinggian 2.000 meter.

Letusan Merapi yang terjadi pukul 10.10 WIB dirasakan warga paling besar sejak Merapi mengalami erupsi pertama pada 26 Oktober 2010. Awan panas terlihat bergulung-gulung. 

Dampak letusan Merapi tidak hanya dirasakan masyarakat di wilayah selatan lereng Merapi, namun juga wilayah di barat dan utara gunung. Hal itu diakibatkan perubahan gerak awan panas.

Merapi tak henti meletuskan awan panas (wedhus gembel). Dari rangkaian letusan nyaris semingguan ini, letusan terbesar terjadi pada Selasa 26 Oktober, atau saat pertama kali Merapi dinyatakan bererupsi.