Tawuran remaja yang menimbulkan korban ternyata tidak hanya baru-baru ini terjadi. Komisi Perlindungan Anak mencatat enam bulan pertama tahun 2012 tercatat sudah ada 139 kasus dengan menewaskan 12 pelajar.

Maraknya tawuran di Jakarta saat ini menunjukkan rendahnya pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila di kalangan pelajar. Kalimat 'Bhinneka Tunggal Ika' dalam Pancasila semestinya tidak sekadar slogan, tapi harus diterapkan agar perdamaian dan kenyamanan di masyarakat terjamin.

Tidak hanya aksi keributan dan tawuran yang terjadi pada siswa, aksi perpeloncoan pun masih kerap ditemui pada proses penerimaan siswa baru. Seorang warga berhasil merekam aksi tersebut ketika sedang berlibur, dalam rekaman yang berdurasi sekitar 3 menit ini terlihat kekerasan yang dilakukan siswa senior pada juniornya.

Perkelahian antarpelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) 70 dan SMA 6 Jakarta disinyalir sudah menjadi warisan dan terjadi sejak lama. Dua sekolah yang letaknya bertetanggaan itu sudah saling menganggap musuh bebuyutan satu sama lainnya.

Peristiwa tawuran pelajar akhir-akhir ini membuat Mendikbud menyampaikan permohonan maaf. 

Kemendikbud, Komite kedua sekolah dan pemerhati dunia pendidikan se DKI Jakarta berkumpul untuk membuat rumusan pencegahan tawuran.

Polda Metro Jaya mengumpulkan kepala sekolah se-Jadetabek di Ballroom Hotel Sultan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, malam ini. Mereka dikumpulkan untuk sosialisasi pencegahan tawuran di Jakarta.

Komite Sekolah seharusnya lebih berperan membantu, bukan menentukan kebijakan sekolah. Komite Sekolah juga seharusnya tegas pada siswa-siswa sekolah yang terlibat kriminal, menyerahkannya pada proses hukum, bukan melindunginya.

Dalam rekonstruksi yang melibatkan tiga orang tersangka (AD, GL, dan EK) tersebut, tersangka pembunuhan, AD, terlihat trauma.

Tawuran di sekolah-sekolah menengah di Jakarta ini dipicu berbagai faktor. Dari budaya permusuhan yang melahirkan dendam, hingga campur tangan pihak ketiga seperti alumni dan provokator.