Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan simulator SIM di Korlantas Polri menyita perhatian seluruh masyarakat Indonesia, tak terkecuali mereka yang tinggal di Australia. WNI di Australia berharap dari kasus ini tidak lahir Cicak vs Buaya Jilid II.

Presiden SBY sepatutnya segera bertindak untuk meminta Polri mematuhi UU KPK dan segera menyerahkan kasus Simulator SIM ke KPK. Ketegasan ini harus dilakukan di tengah keengganan Polri untuk melimpahkan ke KPK.

KPK dinilai lebih pantas mengusut kasus korupsi simulator SIM. Bukan hanya sesuai UU, tetapi juga soal keseriusan. Buktinya, KPK lebih dahulu meningkatkan status kasus ini menjadi penyidikan sementara Polri belakangan.

Pengusutan KPK terkait kasus simulator SIM di Korlantas Polri dikaitkan dengan babak baru Cicak dan Buaya jilid II. Kalangan Komisi III DPR yakin sekali masalah ini tak akan melebar ke sana.

Presiden SBY mengkuti perkembangan kasus korupsi simulator SIM di Korlantas Polri. Presiden meminta Polri dan KPK untuk menaati prosedur yang berlaku dalam menangani kasus tersebut.

Ketua Komisi III DPR I Gede Pasek Suardika meminta KPK-Polri bersinergi menangani kasus korupsi simulator SIM. Tapi dia tetap berharap KPK mampu mengusut tuntas perkara ini. KPK diminta tidak ragu untuk menelusuri dugaan keterlibatan pihak lain.

Penggeledahan di Korlantas Polri terkait proses penyidikan di KPK ini kemudian dikaitkan seolah babak baru Cicak dan Buaya II. Namun Ketua KPK Abraham Samad menepis akan adanya cerita baru ketegangan Polri dan KPK.

Undang-undang KPK mengatur bahwa setiap kasus KPK yang sama dengan Polisi dan Kejagung maka KPK yang harus menuntaskannya. Dalam kasus Irjen Djoko Susilo, polisi harus membantu KPK.

Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengapresiasi keberanian KPK menggeledah Korlantas Polri. KPK harus menuntaskan kasus tersebut. Namun tak boleh ada perseteruan cicak-buaya jilid II.

3 LSM yang tergabung dalam Koalisi Antikorupsi yakni ICW, Imparsial dan YLBHI, mengecam aksi polisi yang menghalangi pengumpulan barang bukti KPK di Korlantas.