Hampir semua operator telekomunikasi di Indonesia menjadi perusahaan publik. Tak mau kalah, PT Bakrie Telecom pun akan melenggang ke bursa sebelum akhir tahun 2005.

Telkom hingga saat ini masih belum bisa memutuskan akan bekerja sama dengan operator yang beroperasi di frekuensi 800 Mhz. Hal itu sehubungan dengan harus dialokasikannya frekuensi Flexi di 1900 MHz.

Pemerintah memutuskan memberi kompensasi frekuensi seluler generasi ketiga (3G) sebesar 5 MHz kepada PT Indosat. Namun frekuensi yang baru didapat itu dirasa Indosat masih kurang.

Telkom dan Indosat akhirnya sepakat menerapkan kode akses sambungan jarak jauh (SLJJ) dan Sambungan Langsung Internasional (SLI) bagi kedua pelanggan telepon tetap kedua operator tersebut.

PT Telkom mengalami peningkatan jumlah menit outgoing SLI, hingga mencapai 65 juta menit pada semester pertama 2005. Telkom juga akan mengembangkan kerjasama lainnya untuk meningkatkan bisnis SLI.

Setelah gencarnya pemerintah berencana menata kembali spektrum frekuensi 3G, yang terjadi kemudian adalah antiklimaks. Tidak ada tender ulang untuk lisensi milik CAC dan NTS.

Proses registrasi prabayar yang tidak mudah, jangan sampai menyulitkan konsumen. Jangan sampai operator kembali menjadi polisi pajak seperti pada tahun 1996.

Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) meminta regulator (pemerintah-red) memberikan dokumen peraturan 3G jauh-jauh hari sebelum tender. Hal itu agar operator dapat merespon permintaan pemerintah dan menyiapkan layanan lebih baik untuk publik.

Anggota Komisi I DPR Ade Daud Nasution mempertanyakan pemberian lisensi frekuensi 3G kepada dua perusahaan yakni Cyber Access Communications (CAC) dan Natrindo Telepon Seluler (NTS), karena dinilai tidak transparan prosesnya.

APJII menemukan adanya fakta di luar rencana tim penyelesaian permasalahan domain .id. Meski demikian, APJII mengaku siap melakukan dukungan teknis pada pemerintahan.