Siapa pun orang yang ditunjuk SBY sebagai Plt sementara pimpinan KPK hanya akan menjadi tameng presiden yang turut membiarkan kriminalisasi kewenangan KPK.

Penerbitan Perpu penunjukan langsung pelaksana tugas (Plt) sementara pimpinan KPK oleh Presiden SBY dinilai sangat terburu-buru. Penerbitan Perpu ibarat sinetron yang kejar tayang.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai siapa pun pimpinan sementara KPK yang ditunjuk Presiden SBY tidak bersih. Sebab, para pimpinan tersebut lahir dari aturan yang cacat hukum.

Presiden SBY direncanakan akan tetap menerbitkan Perpu Plt Pimpinan KPK di tengah kecaman sejumlah kalangan. Tindakan ini sontak menimbulkan pertanyaan, dan terkesan ambisius.

Tidak menutup kemungkinan, penunjukan langsung nantinya akan dijadikan alat untuk 'mengamankan' aktor-aktor dari partai penguasa yang terindikasi melakukan korupsi.

Presiden SBY hendaknya mempertimbangkan masak-masak penerbitan perpu penunjukan langsung pejabat plt sementara pimpinan KPK. Dengan kekuatan yang sangat dominan ke depan, presiden diminta tidak tergoda untuk menjadi represif.

Setelah mendapat kritikan soal ketidaktepatan sangkaan terhadap Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, kini Polri berkelit sudah mengendus kasus lain yang ada unsur pidananya. Oleh karenanya, proses hukum di Polri dinilai semakin tidak jelas.

Langkah Polri menetapkan Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah sebagai tersangka tanpa sangkaan pidana dinilai sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan. Untuk itu, 2 pimpinan KPK itu disarankan menggugat Kapolri ke MK.

Tindakan Presiden SBY yang akan mengeluarkan perpu penunjukan langsung plt sementara pimpinan KPK dinilai sebagai bentuk intervensi dalam pemberantasan korupsi. Plt pimpinan KPK nantinya akan menjadi kuda troya bagi presiden.

Keberhasilan pemerintah dalam mengungkap sejumlah aksi terorisme hendaknya juga diikuti oleh keberhasilan dalam menanggulangi kriris pemberantasan korupsi. Pemerintah harus ingat bahwa teroris sesungguhnya adalah koruptor.