Polemik mengenai upaya penangkapan Novel Baswedan, penyidik asal Polri yang sudah menjadi penyidik tetap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK, masih ramai. Imbasnya, akun social media Divisi Humas Polri kebanjiran kritikan masyarakat, baik di twitter maupun di Facebook.

Personel Polda Bengkulu dan Polda Metro Jaya ingin menangkap penyidik KPK Novel Baswedan atas tuduhan penganiayaan yang dilakukannya 8 tahun lalu. Polisi dalam menangkap Novel dinilai bergaya seperti preman dan seperti menggerebek teroris di KPK.

Polemik institusi KPK dengan Polri membuat resah kalangan dunia usaha. Mereka menganggap kondisi ini menambah ketidakpastian hukum di Indonesia.

Kapolri diminta menjelaskan perkara yang menyeret penyidik KPK, Kompol Novel Baswedan. Alasannya, perkara Novel terkait dugaan penembakan tersangka pencurian burung walet terkesan dipaksakan.

Ketua Komisi III DPR RI, Gede Pasek Suardika, mengatakan Komisi III belum mengagendakan pemanggilan kepada Kapolri dan pemimpin KPK mengenai polemik yang sedang terjadi antara dua lembaga tersebut. Menurutnya, komisi III masih harus menyelesaikan beberapa permasalahan yang belum selesai.

Ketua Komisi III DPR RI, Gede Pasek Suardika meminta agar KPK dan Polri untuk menenangkan diri (cooling down). Menurutnya lebih baik membangun pola koordinasi yang baik bukan malah saling menyerang.

Pihak keluarga Kompol Novel Baswedan, penyidik KPK yang akan ditangkap polisi mengaku kecewa atas peristiwa di kantor KPK, Jumat (5/10) malam lalu. Keluarga berharap pihak Mabes Polri bersikap adil terhadap anggotanya yang telah mengabdi cukup lama tersebut.

Guru besar Fakultas Hukum Universitas Padjajadjaran, Gede Pantja Astawa, menilai langkah Polri dengan mengangkat kasus 8 tahun lalu untuk menangkap Novel Baswedan merupakan hal yang sah-sah saja. Karena menurutnya, kasus tersebut belumlah dinilai kasus yang kadaluarsa.

Penyidik KPK, Kompol Novel Baswedan tengah diburu polisi dari Polda Bengkulu. Upaya penangkapan itu terkait kasus penganiayaan tahun 2004. Namun demikian, KPK menegaskan Novel masih aktif sebagai penyidik kasus Simulator SIM Korlantas Polri.

Insiden Polri dan KPK mengingatkan kejadian serupa yang terjadi di Hong Kong pada 1970-an. Saat itu kasus tuntas, setelah Gubernur Hong Kong yang menjabat ikut campur membela korps ICAC atau KPK Hong Kong.