Persoalan Cicak vs Buaya jilid III semakin meluas seiring dengan sikap diam Presiden Joko Widodo. Nasib KPK juga sudah di ujung tanduk. Kalau Jokowi memang berkomitmen dalam pemberantasan korupsi, mestinya lekas ambil tidakan konkret.

Pada masa kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, banyak politisi bersuara untuk membubarkan KPK, namun dukungan publik dan pemerintah mampu mempertahankan KPK. Kini saat KPK semakin terpuruk tergerus Cicak vs Buaya jilid III, Presiden Jokowi panen kritik seolah diam saja.

Dua dari empat pimpinan KPK kini menjadi tersangka di kepolisian. Dua pimpinan sisanya pun berpeluang menyandang status yang sama. Bagaimana dengan kegiatan operasional KPK nantinya.

Mungkin KPK sudah tidak dibutuhkan lagi para 'pemilik' negeri ini. Mungkin juga 'KPK' sudah dianggap terlalu berisik dan mengganggu. KPK perlu dibonsai agar tak macam-macam. 

Gugatan Praperadilan Komjen BG kepada KPK yang akan segera diputus cukup menentukan. Jika sampai KPK kalah, maka rentetan upaya pelemahan terhadap KPK akan bertambah.

Presiden Jokowi memberi waktu tanya jawab dengan awak media di Istana Bogor. Ditanya bertubi-tubi oleh wartawan soal polemik pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai kapolri, Presiden Jokowi tetap santai dan terus mengumbar senyum.

Hubungan KPK dan Polri sampai saat ini masih panas, yang dipicu oleh penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka. Padahal sebelum masa krisis ini, hubungan dua lembaga penegak hukum ini cukup mesra.

Endriartono Sutarto merupakan pihak yang ikut membantu KPK saat menghadapi kasus 'Cicak vs Buaya'. Namun bagi Endriarto, persoalan KPK saat ini lebih berat ketimbang persoalan terdahulu.

Mantan Panglima TNI Endriartono Sutarto menemui KPK membahas persoalan teror. Endriartono meminta Presiden Joko Widodo turun tangan agar persoalan tidak berlarut-larut.

Hendropriyono menyampaikan pentingnya antisipasi terhadap ancaman konflik Sunni-Syiah dalam pesan tertulis kepada wartawan pada Jumat 23 Januari 2015.