Presiden harus berani memilih figur menteri yang tepat. Jika hal tersebut diabaikan dan sang Presiden lebih mengakomodir kepentingan politik bisa diprediksi upaya membasmi korupsi lima tahun mendatang akan jauh panggang dari api.

Dua pimpinan KPK Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto harus diperiksa oleh tim komite etik KPK. Hal ini perlu dilakukan sebagai dasar hukum pembuktian kalau keduanya tidak bersalah.

Wakil ketua KPK, Bibit Samad Riyanto mengeluhkan status tersangka yang diterimanya. Selama ini, ia merasa sudah bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku.

'Persoalan' antara institusi Polri dan KPK kian memanas. Namun Presiden SBY masih saja diam. Jika terus begini, pemerintahan SBY jilid dua ini diprediksi tidak akan kondusif.

Presiden SBY diminta tidak diam saja terkait penetapan tersangka 2 pimpinan KPK, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Bukan soal intervensi hukum tetapi dasar penetapan tersangka ini ditengarai karena perseteruan dua instansi penegak hukum.

Langkah Polri yang menjadikan dua petinggi KPK tersangka boleh jadi tidak profesional. Sebagai sama-sama institusi penegak hukum, Polri sebenarnya memiliki banyak cara yang lebih soft untuk menyelesaikan persoalan dengan KPK.

Pembahasan RUU sudah terlalu jauh dari amanah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perlu dibentuknya UU tersendiri bagi sebuah pengadilan.

Agar tidak menjadi fitnah, Polri disarankan memberi penjelasan soal email yang dikirim dari alamat susno_duadji@yahoo.com itu. Ini dilakukan mengingat Susno adalah pejabat tinggi kepolisian.

Sejumlah pejabat KPK diisukan akan beramai-ramai mundur bila ada pimpinan KPK ditetapkan sebagai tersangka. Aksi itu bagus untuk menunjukkan perlawanan terhadap upaya pelemahan lembaga antikorupsi itu.

Berbagai RUU yang dalam waktu dekat akan disahkan oleh DPR sebaiknya ditunda pengesahannya. Sebab banyak hal dari RUU-RUU tersebut yang masih belum matang. DPR terkesan hanya mengejar target 'cuci gudang' menjelang akhir jabatan.