Keberatan terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) No 15P/HUM/2009 tentang pembatalan penghitungan suara tahap kedua harus ditempuh secara hukum. Pasalnya, MA secara konstitusional memiliki kewenangan menguji peraturan KPU.

PAN, PKS dan PPP akan mempersiapkan langkah hukum guna menindaklanjuti putusan MA terkait pembatalan penghitungan kursi tahap dua oleh KPU. Ketiga partai ini termasuk yang dirugikan oleh keputusan MA, karena berdampak pada pengurangan perolehan kursi di parlemen.

Tiba di Kantor DPP PAN, Tifatul mengaku tidak tahu agenda pertemuan yang akan dibahas. Dia malah mengaku kangen dengan SB.

PAN, PPP dan PKS sudah bulat betul dalam menyikapi putusan MA. 3 pimpinan PAN, PPP dan PKS berencana bertemu membahas masalah ini.

Lima parpol yang dirugikan oleh putusan MA mendatangi KPU. Mereka menyampaikan dukungan kepada KPU untuk mengabaikan putusan MA tersebut. 5 Parpol itu terbagi 2, yakni PAN, PKS, PPP, dan Gerindra yang berkelompok dan Hanura yang datang sendirian.

Putusan MA yang meminta KPU membatalkan peraturan KPU tentang penetapan caleg terpilih tahap kedua sungguh berdampak besar bagi PPP. Ketua Umum PPP Suryadharma Ali dan Sekjen PPP Irgan Chairul Mahfiz batal masuk Senayan jika putusan itu dilaksanakan KPU.

PPP, PKS dan PPP akan mengadukan dugaan pelanggaran kode etik atas perilaku hakim terkait putusan MA soal pembatalan penghitungan kursi tahap dua ke Komisi Yudisial di Jl Abdul Muis, Jakpus, Senin (27/7/2009) siang.

PAN sungguh terpukul dengan putusan MA yang membatalkan peraturan KPU tentang tata cara penghitungan celeg terpilih tahap kedua. Jika keputusan itu diterapkan KPU, PAN merasa akan menjadi hancur lebur.

"Romy turun kamu! Tanggung jawab nih partai! Anjlok semua! Apa tuh koalisi-koalisi sama SBY! Partai diurusin dulu!" Itulah teriakan seorang pria yang tiba-tiba saja mengejutkan wartawan yang baru saja meliput jumpa pers di Kantor DPP PPP.

Uji materi caleg Partai Demokrat (PD) Zaenal Ma'arif tentang peraturan KPU ke MA dinilai salah alamat. Peraturan itu seharusnya digugat ke PTUN.