Setelah mengkonfrontir laporan direksi Badan Usaha Milik Negara kepada anggota DPR yang diduga 'memalak', Badan Kehormatan menemukan indikasi kuat pelanggaran kode etik. Salah satunya adalah kesaksian Idris Laena, politikus parlemen dari Partai Golkar.

Badan Kehormatan DPR mensinyalir sejumlah anggota DPR telah melanggar kode etik dalam perkara 'pemalakan' kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Mereka terancam mendapat sanksi mulai diberhentikan sementara sampai dipecat.

Menteri BUMN Dahlan Iskan menarik dua nama anggota DPRD yang sebelumnya dilaporkan ke BK sebagai 'pemalak' kementeriannya. Sikap Dahlan itu membuat Wakil Ketua DPR, Anis Matta, menjadi ragu dengan validitas data mantan Dirut PLN tersebut.

Sejatinya Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan hadir di Komisi VII DPR untuk memverifikasi temuan Badan Pemeriksa Keuangan soal inefinsiensi di Perusahaan Listrik Negara yang pernah dipimpinnya. Tapi, dia justru disindir habis-habisan terkait perkara anggota DPR 'pemalak'.

Legitimitas DPR RI sudah runtuh, tidak bisa lagi dipertanggungjawabkan sebagai salah satu pilar trias politica. Semua akibat tingkah laku buruk kebanyakan anggota DPR yang semakin menjijikkan rakyat.

Dahlan Iskan telah memberikan nama-nama anggota DPR 'pemalak' BUMN ke Badan Kehormatan DPR. BK DPR harus segera mengklarifikasi nama-nama tersebut.

Dahlan Iskan tak mau buru-buru melaporkan oknum anggota DPR RI yang diduga melakukan pemerasan. Dahlan malah mempersilakan BK DPR yang bergerak.

Pada saat pertemuan dengan Badan Kehormatan DPR, Dahlan Iskan disinyalir mengalami unsur 'intimidasi' dari para politikus di Badan Kehormatan tersebut. Seorang sumber Detik di internal DPR mengatakan, Dahlan ditekan lantaran membeberkan kolega mereka yang diduga sebagai 'pemalak' Badan Usaha Milik Negara.

Menteri BUMN Dahlan Iskan belum memutuskan untuk melaporkan kasus meminta jatah oknum anggota DPR-RI terhadap BUMN, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Satuan Karya Ulama Indonesia memberikan dukungan penuh kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk melaporkan oknum DPR 'pemalak' BUMN termasuk ke KPK.