Wakil ketua KPK Chandra M Hamzah meyakini kasus dugaan pemerasan yang dituduhkan kepada dia dan Bibit Samad Rianto adalah rekayasa. Dia akan buktikan hal itu di persidangan.

Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang melakukan peninjauan kembali (PK) atas kasus Bibit-Chandra dikritik. Semestinya deponeering yang menjadi pilihan. Karena PK sama saja menyandera KPK.

Badai cobaan seperti enggan meninggalkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di tengah maraknya kasus korupsi yang ditangani, komisi antikorupsi ini harus menerima kenyataan dua pimpinannya berstatus sebagai tersangka dan ditinggal pergi empat direkturnya.

Persidangan dengan terdakwa Anggodo Widjojo memasuki pemeriksaan saksi. Saksi Edy Soemarsono mengaku diminta Anggodo untuk memberi keterangan kepada polisi bahwa seolah-olah pimpinan KPK melakukan pemerasan.

Anggodo Widjojo meminta penundaan proses pemeriksaan perkara sampai ada putusan hukum tetap terhadap tindak pidana yang diajukan pimpinan KPK Chandra dan Bibit.

Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto tidak bisa berbuat banyak terkait keputusan PT DKI yang menolak Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan. Saat ini, keduanya hanya bisa menunggu langkah dari Kejaksaan Agung.

Persidangan adalah cara terbaik untuk membuktikan dugaan pemerasaan oleh Bibit-Chandra. Namun, jika Anggodo Widjojo, yang saat ini menjadi terdakwa kasus penyuapan, divonis bersalah, maka kasus dua pimpinan KPK itu otomatis gugur.

Bibit dan Chandra terancam duduk di kursi terdakwa. Namun ada langkah penghentian kasus lewat deponeering yang bisa ditempuh. Tim kuasa hukum menanti hal itu.

Kasus hukum yang menjerat Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah kembali bergulir. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak permohonan banding Kejaksaan Agung terkait SKPP kasus pemerasan dan penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan dua pimpinan KPK itu.

PT DKI Jakarta menolak permohonan banding Kejaksaan soal SKPP Bibit-Chandra. Mendengar kabar itu, Chandra pun terlihat lemas.