Desakan penggantian Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara (Sumut) terus bergulir. Malahan ada penilaian, jika Kapolda Sumut tidak diganti, berarti Kepala Polri tidak sensitif.

Tragedi unjuk rasa anarkis di DPRD Sumatera Utara merupakan pelajaran bagi semua tokoh politik. Mereka harus lebih mengendalikan massa karena tujuan unjuk rasa bukan melakukan tindak pengrusakan.

Peristiwa tragis yang dialami ketua DPRD Sumatera Utara (Sumut) Abdul Aziz Angkat bukti kelemahan polisi dalam melakukan pengamanan. Karena itu, Kapolri harus menindak tegas Kapolda Sumut dan Kapoltabes Medan.

Pemekaran Provinsi Tapanuli tak juga disetujui karena memekarkan wilayah tidak mudah. Perlu pengkajian mendalam.  Tetapi ada yang mengkritikpemekaran hanya untuk kepentingan segelintir elit politik tertentu saja.

Demi kepentingan pemekaran, emosi dan keinginan massa disulut dan dimanipulasi oleh kepentingan elit atas tersedianya jabatan-jabatan lokal.

Mabes Polri tengah menyelidiki prosedur pengamanan demo yang berakhir rusuh di DPRD Sumut. Demo yang dihadiri ribuan orang itu hanya dijaga ratusan polisi.

Sedikitnya seribu pelayat mengantarkan jenazah Abdul Aziz Angkat ke pemakaman di Taman Pemakaman Umum (TPU) Ekarasmi. Termasuk di antaranya, Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin.

Sekitar 20 orang anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut) dan Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat DPRD Sumut menggelar sholat gaib bagi Almarhum Abdul Aziz Angkat, Rabu (4/2/2008).

Proses panjang menuju pemekaran Provinsi Tapanuli (Protap) telah memakan korban jiwa Ketua DPRD Sumut Aziz Angkat. Di tingkat DPR sendiri pengesahan RUU pembentukan Protap sudah tertunda 3 kali di sidang paripurana.

Tragedi unjuk rasa anarkis di DPRD Sumatera Utara bisa saja terulang di rapat DPR-RI bahkan rapat kabinet. Demi memberi efek jera, harus ada sanksi hukum terhadap dalang dan penggerak massa aksi menuntut pemekaran wilayah itu.