DPR dinilai sangat lamban melaksanakan tugas legislasinya. Dari 70 RUU yang ditargetkan pembahasannya dalam tahun ini, baru 4 yang selesai dibahas. Untuk mengatasi hal itu, DPR menetapkan 2 hari kerjanya khusus untuk membahas RUU.

Dewan Perwakilan Rakyat lebih banyak mengamati isu politik dan anggaran ketimbang menggarap tugas utamanya soal legislasi. Alhasil, dari 70 RUU yang harus diselesaikan tahun 2011, baru empat yang tuntas. Sisanya? belum jelas!

Usulan kenaikan Parliamentary Threshold (PT) yang terlalu besar dinilai sangat membahayakan demokrasi. PPP mengusulkan PT untuk Pemilu 2014 mendatang cukup 3 persen saja.

iga pakar politik yang diundang menyarankan Parliamentary Threshold (PT) dinaikkan hingga 5 persen pada Pemilu 2014. Hal ini untuk membatasi agar tidak semua parpol bisa ikut pemilu jika sudah tidak dipilih rakyat.

Badan Legislasi (Baleg) telah menerima draft akademis mengenai RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dari Pemerintah. Rencananya, draft tersebut akan dibawa ke Komisi XI untuk segera dibahas.

Negara belum memiliki anggaran khusus untuk memberikan bantuan hukum gratis bagi orang miskin. Tak adanya pendampingan hukum bagi orang miskin yang kena kasus hukum akan membuat orang miskin menjadi semakin miskin.

Fungsi Komisi Yudisial sebagai pengawas pengadilan harus terus diperkuat. Badan Legislasi DPR pun kini mulai ancang-ancang untuk merevisi UU KY.

Pansus Hak Angket BBM merekomendasikan revisi UU Migas. Namun hingga kini pemerintah belum menemukan celah-celah dari UU No 22 tahun 2001 yang harus direvisi. Sementara DPR mendorong UU ini segera masuk bamus.

Presiden SBY secara resmi mengirimkan empat surat kepada DPR. Surat-surat itu antara lain terkait RUU perubahan atas undang-undang nomor 47 tentang APBN tahun 2010 dan RUU Mata Uang.

Banyak undang-undang di Indonesia yang tumpang tindih. UU yang tumpang tindih itu karena para menteri terlalu genit. Para menteri seolah ingin menunjukkan eksistensinya dengan mengubah atau menghasilkan UU.