Penyelesaian RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terancam molor selesai di 2011 karena adanya selisih pendapat antara DPR dengan pemerintah. Padahal seharusnya OJK dibentuk paling lambat akhir 2010.

Komisi Yudisial (KY) memiliki 7 komisioner baru yang terdiri dari berbagai latar belakang. Ketujuh nama tersebut diperoleh dari hasil voting Komisi III DPR.

Puluhan perawat yang tergabung dalam Persatuan Perawat Nasional Indonesia menggelar aksi demo di Gedung DPR. Mereka menuntut agar RUU Keperawatan dimasukkan kembali dalam program legislasi nasional DPR.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan ada 4 alternatif yang dituangkan dalam draf RUU Keistimewaan DIY. Namun, ia masih merahasiakan alternatif itu.

Pada 2009, Mendagri Mardiyanto dan Panja Komisi II DPR telah membahas RUUK DIY. Pada Agustus 2009, 9 fraksi di Panja itu telah menyetujui prosesi kepemimpinan di Yogyakarta (gubernur) dilakukan dengan sistem penetapan, hanya PD yang belum menentukan sikap.

PAN menyesalkan Setgab koalisi pecah dalam voting pembahasan UU Penyelenggara Pemilu. Akibatnya, PD dan PAN harus menerima kekalahan dan ikut menyepakati keanggotaan KPU dari perwakilan parpol.

Anggota DPR kerap melanggar kode etik, namun selalu bebas tanpa sanksi. Hal ini tak lain karena kepentingan politik parpol masing-masing yang tak mau anggotanya dijatuhi sanksi, sekalipun untuk menegakkan etika DPR.

Rencana Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk studi banding RUU Bantuan Hukum ke Belanda batal. Studi banding akhirnya digantikan dengan cara lain, yakni melalui korespondensi.

Sekalipun Pimpinan DPR memperingatkan agar semua Komisi DPR tidak ke luar negeri selama tanggap bencana, 2 komisi tetap berangkat studi banding. 2 komisi itu yakni Komisi V dan Komisi XI DPR diminta memperpendek jadwal ke luar negeri.

Badan Legislasi (Baleg) DPR rencananya akan berkunjung ke Belanda dalam waktu dekat. Namun demikian rencana Baleg ditunda karena alasan tanggap bencana.