Lily Wahid hari ini melaporkan Hakim Syarifuddin atas tudingan berperilaku tidak netral pada persidangan kasus PKB. Tak hanya itu saja, Lily juga menuding Syarifuddin menerima uang untuk mengabulkan eksepsi PKB atas gugatan Lily.

Tertangkapnya Hakim Syarifuddin oleh penyidik KPK terkait kasus penyuapan pada perkara kepailitan berbuntut panjang. Mantan legislator PKB Lily Wahid melaporkan sikap Syarifuddin yang dianggap tidak adil saat menyidangkan kasus PKB.

Hakim sebenarnya adalah profesi yang mulia. Kepadanyalah warga negara mencari keadilan. Namun jika mengeluhkan gaji hakim terlalu rendah, Ketua MA Harifin Tumpa menyarankan untuk tidak berprofesi sebagai hakim.

Hakim PN Jakarta Pusat Syarifuddin ditangkap KPK atas dugaan kasus suap. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso berharap KPK segera menuntaskan kasus ini dan Hakim Syarifuddin diberi sanksi seberat-beratnya.

KPK masih fokus pada 2 tersangka kasus penyuapan hakim di PN Jakpus yakni Syarifuddin dan kurator bernama Puguh Wirawan. Namun tidak tertutup kemungkinan penetapan tersangka lain.

MA pernah menerima laporan atas sikap hakim Syarifuddin yang dinilai arogan saat memimpin sidang di PN Jakarta Pusat. MA pun berencana memindahkan Syarifuddin ke NTB.

Mahkamah Agung (MA) mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa jajaran lembaga peradilan itu terkait kasus suap yang menimpa Syarifuddin. MA akan bersikap kooperatif.

Hakim Syarifuddin ditangkap KPK karena diduga menerima suap terkait kasus kepailitan perusahaan garmen, PT SCI. Syarifuddin langsung diberhentikan sementara dari jabatannya sebagai hakim PN Jakpus.

Uang ratusan ribu dollar dan duit asing lain di rumah Hakim Syarifuddin masih misterius. KPK sampai saat ini masih fokus mengusut peruntukan uang tersebut apakah terkait dengan penyuapan atau bukan.

Hakim Syarifuddin, yang kini jadi tersangka karena kasus suap ternyata bukan pertama kali menangani kasus "basah". Adapun kasus yang terungkap oleh KPK, PT Skycamping Indonesia (SCI) hanyalah salah satu kasus yang terendus publik.