"Terorisme, korupsi dan narkoba itu menyebabkan banyak korban, kejahatan luar biasa. Kalau ada pengetatan wajar mengingat sifat karakter kejahatan yang dilakukan itu," kata Ketua PPATK M Yusuf.

"Mulai dari awal harusnya ada pemilahan, mana pengguna narkoba, mana pengguna merangkap bandar dan mana bandar," kata Kepala BNN Komjen Anang Iskandar.

Hingga saat ini BNN masih menyelidiki Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kasus kepemilikan 1,4 juta butir pil ekstasi milik Freddy Budiman. Meski belum bisa dilansir, sebagian aset tersebut telah dibekukan olehnya.

Pasca pemindahan tahanan dari LP Kelas I Medan, di Tanjung Gusta, Medan, polisi melakukan razia terhadap para penghuni. Hasilnya, sejumlah narkoba seperti ganja, sabu berikut alat hisap dan barang terlarang lainnya ditemukan polisi.

"Dan para napi tersebut kebanyakan adalah napi koruptor yang memenuhi persyaratan PP sebelum PP 99, yaitu PP 28, sehingga lebih longgar," ujar Wamenkumham Denny Idrayana.

"Saat ini kita terus menegaskan penyimpangan tidak bisa ditoleransi. Akankah masih ada, saya tidak bisa menafikan bahwa faktanya ponsel, pungli dan narkoba masih ditemukan," ujar Wamenkumham Denny Indrayana.

"Kalau petugas terlibat main mata, maka akan ditindak. Kalau ada petugas yang terlibat itu namanya pagar makan tanaman," tegas Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM Jateng, Suwarso.

Gembong pil setan yang divonis mati, Freddy Budiman, dipindahkan dari Lapas Narkotika Cipinang ke Lapas Batu di Nusakambangan. Freddy dilarang bertemu dengan pembesuk selama masa pengenalan lingkungan lapas.

Pihak kepolisian Polres Cilacap memastikan jika barang mencurigakan yang dibawa Freddy Budiama merupakan sabu-sabu. Narkoba jenis sabu tersebut terdiri dari 3 paket palstik.

Lokasi penahanan bandar narkoba Freddy Budiman di Nusakambangan sudah dipastikan. Terpidana mati itu akan menempati sel di LP Pasir Putih yang memiliki pengamanan super ketat.