Draft Rancangan Undang-undang (RUU) Hukum Materil Peradilan Agama Bidang Perkawinan ternyata belum masuk ke meja Sekretariat Negara. Meskipun Dirjen Bimas Islam Kemenag mengatakan draft tersebut sudah dikirimkan setahun lalu.

Kalangan kiai sepuh NU turut buka suara atas pembahasan UU pidana nikah siri. Mereka menganggap rancangan undang-undang tersebut menyakiti umat Islam, karena mengharamkan sesuatu yang dihalallkan Allah SWT.

Wacana pemidanaan pelaku nikah tanpa dokumen resmi seperti nikah siri terus menuai kontroversi. Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat Asrorun Niam Sholeh menilai praktek nikah siri merupakan pelanggaran administratif, bukan pidana.

Sikap berbeda ditunjukkan MUI Cabang Pamekasan, yang menilai rencana pemerintah akan mempidanakan pelaku nikah siri adalah berlebihan. Mempidanakan pelaku nikah siri harus dilihat terlebih dulu motifnya.

Rancangan Undang-undang mengenai pernikahan siri akan disahkan. Personel Mahadewi, Tata, merasa sebaiknya RUU itu tidak usah dibesar-besarkan. "Mending urusin Century daripada nikah siri."

RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan yang memuat ketentuan pidana bagi pelaku nikah siri ditentang. Pernikahan dipandang sebagai hak asasi manusia, bukan urusan pemerintah.

Pemidanaan bagi pelaku nikah siri dalam draf RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan menimbulkan pertanyaan bagaimana dengan pasangan yang sudah terlanjur menikah dengan cara tersebut? Menag memberikan jawabannya.

Pemerintah berencana untuk memidanakan laki-laki dan perempuan yang melakukan pernikahan tanpa pencatatan resmi. Namun Komnas Perempuan tidak setuju jika perempuan dipidanakan dalam pernikahan tersebut.

Pernikahan tanpa disertai dokumen resmi seperti nikah siri, kawin kontrak dan sebagainya sudah seharusnya ditiadakan. RUU nikah siri dibuat untuk tertibkan penyimpangan perkawinan.

Pernikahan tanpa disertai dokumen resmi seperti nikah siri, kawin kontrak dan sebagainya sudah seharusnya ditiadakan. Merupakan hal yang wajar mempidanakan pernikahan tersebut.