Partai-partai pendukung pasangan Pilpres 2014 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa akan menggelar mendeklarasikan koalisi permanen di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat.

UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau MD3 sudah disetujui dalam rapat paripurna. Tapi salah satu pasalnya mengundang kritik. Tak lain karena permintaan izin dari Mahkamah Kehormatan (MK).

Politisi Partai Gerindra Martin Hutabarat yang duduk sebagai anggota Komisi III DPR menegaskan, sesungguhnya UU MD3 tak menghalangi kewenangan KPK. Dirinya bahkan menjamin kewenangan KPK akan selalu dia lindungi.

"KPK itu dibuat oleh DPR. Bagus kalau mereka koordinasi," kata Fahri kepada detikcom, Sabtu (12/7/2014).

Revisi UU MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3) yang baru menuai sorotan, salah satunya terkait pasal yang 'mengistimewakan' anggota DPR dari panggilan penegak hukum. UU yang baru ini pun dinilai sebagai langkah mundur.

Ketua DPR Marzuki Alie menyebut aturan baru mengenai izin Mahkamah Kehormatan untuk memeriksa anggota DPR yang diduga melibatkan tindak pidana sudah tepat. Aturan ini klaim Marzuki untuk menjaga kehormatan DPR.

Mekanisme pemilihan ketua DPR yang paling mutakhir menetapkan cara pemilihan oleh anggota DPR, alias tak lagi otomatis partai pemenang menjadi ketua DPR. Ketua DPR Marzuki Alie bercerita, sebenarnya mekanisme yang disahkan tempo hari itu bukanlah hal baru di DPR.

KPK menyatakan tidak terpengaruh terhadap imbas hukum dari revisi UU MD3 yang barusan diketok oleh DPR. Meski begitu, lembaga antikorupsi ini menyesalkan mengapa UU tersebut begitu mengistimewakan para wakil rakyat.

Ada pasal 245 di UU MD3 yang mengundang kontroversi. Isinya bila anggota DPR akan diperiksa untuk kasus pidana harus ada izin dari Dewan Kehormatan DPR. Tak pelak pasal ini menuai kritik. 

Revisi Undang-undang tentang MPR,DPR,DPD dan DPRD (UU MD3) telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat melalui rapat paripurna pada Selasa (8/7/2014) lalu. Tapi mengapa Badan Kehormatan yang dihapus masih disebut?